Senin, 02 September 2002

Berhemat Dalam Nasehat [Taushiyah]

Memberikan taushiyah kepada orang adalah hal yang baik, akan tetapi jika aktifitas bertaushiyah itu terlalu sering, maka ternyata justru kurang baik. Ini barangkali salah satu kunci yang harus difahami oleh kita semua. Taushiyah itu ibarat obat, dan penyakitnya adalah penyakit hati, karenanya sebagaimana seorag dokter memberikan obat, maka dosis dan kapasitas obat harus sesuai dengan takaran-takarannya. Tidaklah baik jika obat itu diberikan terus menerus, akan bisa menimbulkan efek samping.

Islam memang mengajarkan kita untuk tidak berlebihan, bukan hanya dalam bertaushiyah, akan tetapi juga dalam pelaksanaan beramal, karena nabi mengatakan bahwa amal yang disukai Allah itu yang istiqamah meskipun sedikit.

Ada banyak rekan yang ketika ditanya komentarnya tentang diri seseorng, maka ia sering mengatakan bahwa orangya “ngomong tok” , “ngluduk “ [menghalilintar] dan sebagainya, karena seseorang seringkali mendapatinya terlalu sering memberikan taushiyah, hingga akhirnya orang akan menjadi bosan, jenuh, dan malas mendengarkan.

Akan tetapi sebenarnya yang paling berbahaya adalah jika pemberi taushiyah itu tidak mau mengevaluasi dirinya, dan ketika mendapatkan orang lain tak mau mendengarkan kata-katanya, maka ia akan memfonisnya, “dasar, awas entar masuk neraka baru tahu” Padahal kalau kita teliti barangkali karena ia terlalu sering memberikan nasehat kepada orang lain, hingga orang akan merasa sangat bosan dengan ucapannya, dan menjadi tidak nyaman berada di dekatnya. Kita kemudian menganggap benar diri kita dan menyalahkan orang yang kita taushiyahi, “ Yaa Allah saksikanlah saya sudah menyampaikan”, begitu kata kita, seakan kit sudah menyampaikan secara sangat optimal.

Sadarilah bahwa seorang da’i itu adalah sales, yang menjual produknya [nilai islam] kepada konsumen [mad’u]; karenanya yang dituntut untuk bekerja keras agar dagangannya laku itu sales, dan bukannya konsumen yang dipaksa untuk membeli barangnya. Yang dituntut untuk memahamkan itu da’i dan bukannya objek dakwah yag dipaksa memahami kata sang da’i.

Sebagai contoh, cobalah antum menjual barang dengan email, berilah seseorang email-email antum saban hari untuk memromosikkan roduk antum maka saya pikir semua orang akn memasukkan email antum ke dalam daftar email terblokir, yang terhapus otomatis ketika seseorang mengirimkan email kepada kita. Bosan dan menjemukan.

Abu Wa’il bin Salamah menceritakan tentang Ibnu Mas’ud dalam bertaushiyah, “biasanya Ibnu Mas’ud memberiakn ceramah kepada kami pada tiap Kamis sekali, maka orang berkata kepadanya : Hai abu Abdurrahman, saya ingin kalau engkau suka memberi ceramah tiap hari. maka Ibnu Mas’ud berkata, Saya tidak keberatan untuk memberikan ceramah tiap hari, hanya saja saya khawatir jika akan menjemukan kamu. Dan saya sengaja memberi ceramah dalam waktu yang jarang sebagaimana Rasulullah memberikan ceramah kepada kami, khawatir jangan sampai kami jemu dari nasehat”

Sekarang pergilah ke tempat saudara antum yang antum jarang bertemu dengannya. Maka pertemuan itu akan menjadi begitu mengesankan, karena rasa rindu yang teramat sangat. Sekali bertemu, kesannya begitu mendalam, dan antumpun akan mendapatkan pelayanan yang amat luar biasa darinya. Kemudian bandingkanlah dengan kalau antum pergi ke tempat saudara antum yang setiap hari bertemu, maka antum akan mendapatkan pelayanan yang biasa-biasa saja, hampir tak ada kesan. Begitulah saya mengibaratkannya dengan analogi yang lain.

Makanya selama beberapa minggu ini saya jarang menulis, ya karena untuk menjaga, agar antum tidak terlalu bosan dengan saya, [ah…..apakah kalau itu bukan alasan antum aja akh :]

wallahu a’lam

Senin, 2 Sept 2002, ba’da subuh

Edy Santoso [[email protected]]
Kolumnis Gratisan di Manarul ‘Ilmi Online

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Artikel mungkin sudah tidak up to date, karena perkembangan jaman. Lihat tanggal posting sebelum berkomentar. Komentar pada artikel yg usianya diatas satu tahun tidak kami tanggapi lagi. Terimakasih :)