Minggu, 19 November 2023
Berdamai dengan Kenyataan
Kemarin seorang kawan share di WA Group tentang "curhat" seorang juara 3 mawapres tahun 2017 kampus teknologi terbesat di Jawa Timur. Curhat itu bagi saya jangan dibaca sebagai sebuah kecengengan, justru saya bangga karena keberaniannya untuk berterus terang, sehingga apa yang terjadi bisa menjadi pelajaran bagi orang lain, dan menjadi evaluasi bagi kampus teknologi terbesar itu.
Keyakinan bahwa keberhasilan adalah milik orang yang rajin belajar tertanam dibenaknya sedari kecil. Dia selalu rajin belajar sejak di sekolah, berusaha menjadi juara, masuk ke Institut Teknologi terbaik di Indonesia timur, pada jurusan yang bukan ecek-ecek.
Berusaha mencari indek prestasi terbaik, mengikuti berbagai lomba dan aktif berorganisasi.
Puncaknya dia ikuti kompetisi Mawapres, kompetisi bergengsi untuk Mahasiswa level kampus. Dikirim ke Korsel dan Rusia untuk mengikuti program Short Courses
Dengan kondisi seperti itu, dia percaya diri. Dikiranya semua perusahaan akan antre menerimanya. Ternyata tidak.
Dia masukkan lamaran dari perusahaan besar sampai kecil. Dia coba ikut test CPNS sampai 3 kali, semuanya GAGAL. Sangat memilukan.
Disebelah sana, mahasiswa kuliah di kampus ecek-ecek dengan nilai pas-pasan malah diterima di berbagai perusahaan dan institusi.
Mungkin kita sudah harus mulai meninggalkan paradigma bahwa prestasi akademik adalah faktor penentu. Ada banyak faktor lain misalnya strategi, attitude, jaringan, keberanian, kengawuran, kenekatan dan sebagainya. Bahkan ada faktor lain yang sulit dimengerti, yang sering diungkapkan dalam pepatah, orang pintar kalah sama orang dalam :D.
Ingat kamu bukan mas Gibran dan mas Kaesang yang mempunyai bapak Presiden dan paman Ketua MK.
Senin, 06 November 2023
Doa Kesembuhan Mata Rabun
Pengasuh Pesantren An-Nawawi Berjan Purworejo KH Achmad Chalwani Nawawi memberikan ijazah doa agar mata rabun sembuh, melihat dengan tajam dan jelas. Doa agar mata tajam dalam melihat ini diambil dari penggalan ayat Al-Qur'an
Diambil dari Twitter NU Online
Kamis, 02 November 2023
Mengapa Taklim semakin Sepi?
Akhir-akhir ini saya mengamati bahwa taklim semakin sepi. Walaupun beberapa inovasi dilakukan, tetap saja tingkat kehadirannya sangat kecil. Sebagian besar peserta tidak lagi menganggap taklim menjadi hal spesial.
Jaman sudah berumah. Tahun 80-90 dimana informasi begitu terbatas. Hanya searah lewat radio dan televisi dalam frekwensi yang terbatas. Sekarang orang dibanjiri informasi. Bahkan bisa memilih konten apaun, kapanpun, dan dimanapun.
Internet dengan berbagai kontennya terutama Youtube sudah berada pada puncak produksi konten. Berhadapan dengan itu sama artinya menghadapkan ustadz ndeso denagn ustadz nasional sehingga konten yang dibawakan Ustadz ndeso menjadi tidak relevan.
Stadard jamaah menjadi lebih tinggi. Lebih asik lihat ustadz nasional di youtube daripada bersusah payah menghadiri taklim offline yang dibawakan ustadz ndeso.
Sama dengan saat ini. Kita dulu waktu kecil menganggap ayam goreng, roti, adalah makanan yang sangat enak, Sekarang? biasa aja. Seringnya kita makan makanan yang seperti itu, membuat makanan yang dulu kita anggap istimewa menjadi sudah tidak istimewa lagi.
Sama dengan saat ini. Kita dulu waktu kecil menganggap ayam goreng, roti, adalah makanan yang sangat enak, Sekarang? biasa aja. Seringnya kita makan makanan yang seperti itu, membuat makanan yang dulu kita anggap istimewa menjadi sudah tidak istimewa lagi.
Pengelolaan taklim yang lebih dalam mungkin bisa menyelamatkan itu semua. Taklim berbasis task force, misalnya taklim yang difokuskan mengurus lembaga pendidikan, koperasi dan lainnya. Bukan semata-mata menyampaiakn materi pengajian.
Jaman sudah berubah.
Jaman sudah berubah.
Langganan:
Postingan (Atom)