Selasa, 28 Mei 2002

Membangun Akhlaq dalam Dakwah

Kesemarakan Islam di Indonesia begitu menggebu akhir-akhir ini, nampaknya cukup beralasanlah jika akhirnya Dr. Yusuf Qordhowi memperkirakan bahwa Indonesia, Malaysia merupakan wilayah potensial pemacu kebangkitan Islam. Kajian Islam semarak dimana-mana, dan yang terpenting kekuatan jiwa untuk mengakui bahwa “inna diina ‘indalahil ‘Islam”, sesungguhnya agama bagi Allah hanyalah Islam, telah tertanam dalam diri sanubari banyak orang muslim. Jika dahulu sedikit sekali orang yang memakai jilbab di kampus, sekarang, yang nggak jilbaban menjadi minoritas.

Tapi ada satu hal yang bagi saya membawa keprihatinan, bahwa terkadang semangat yang menggelora itu tak diiringi dengan akhlaq, semangat itu dibiarkan begitu saja hingga kemudian atas nama dakwah dan ghirah Islam, terkadang seseorang menjadi gampang pemarah, gampang menyalahkan, gampang mencurigai dan sebagainya.

Dahulu, rekan saya berdebat dengan guru PMP, hatinya panas ketika mengatakan bahwa Pancasila itu pandangan hidup, sedangkan teman saya mengatakan bahwa Pandangan hidup itu Islam. Ketika hal ini dikatakan kepada ustadz kami, maka beliau mengatakan bahwa segala sesuatu itu harus diperhitungkan, ibarat orang menyetir motor, maka ia harus tahu kapan saatnya mengegas, kapan saatnya mengerem, kapan saatnya mengklakson.

Tetangga desa saya, yang sekarang jadi da’i di Yogya, pernah mengajak berdebat ayahnya sampai jam dua malam tentang Islam, karena memang waktu itu barusan mengaji. Tapi hasilnya apa, beliau mengusirnya dari rumah, untung ibunya menangis waktu sang anak menginjakkan kaki keluar rumah, akhirnya …..nggak jadi deh. Lain lagi dengan rekan saya yang lain, harus lari beberapa bulan dengan adiknya, gara-gara bertengkar dengan ayahnya soal Islam.

Persoalan-persoalan itu sebenarnya dapat dihindari jika kita bisa menyertakan akhlaq dalam berdakwah, membawa diri sebaik mungkin ketika kita ingin memperlihatkan nuansa keindahan Islam, toh orang-orang yang kita “musuhi” itu paling-paling ya ayah sendiri, tetangga sendiri, yang kita anggap nggak Islami. Kita menginginkan mereka hidup Islami, tapi dengan cara yang amat gampang, apa bisa ?Kita menginginkan mereka Islami tapi kita hanya mengandalkan semangat tanpa akhlaq, tentu tak akan berhasil. Padahal yang kita musuhi terkadang nggak memusuhi kita, hanya barangkali Islamnya nggak standart aja.

Contohlah nabi, yang kepada pamannya sendiri aja, yang nggak mau syahadat, aqlak beliau sangat luar biasa. Bahkan terhadap orang tua yang kafir sekalipun, dalam dimensi dunia harus tetap dihormati, selagi tanpa memusuhi kita.

Dahulu seorang guru SMA yang mempunyai aktifitas dakwah, pernah memberikan tips kepada saya, dalam persoalan dakwah. Beliau mencium tangan mertua ketika hendak mengajar. Terharu mertuanya, dan bahkan berkata,”Anak saya saja tidak pernah seperti ini.” He..he.. lalu iseng iseng saya mencobanya pula, saya cium tangan ayah dan ibu saya sebelum pergi kesekolah, pertama sih malu-malu gitu, soalnya nggak biasa sih, lama-lama jadi biasa. Eh bener kata guru SMA saya itu, ayah saya terharu, besuknya saya diantar ke Tulungagung, dan saya diminta untuk membeli buku Islam sekehendak hati saya, dan saya membeli Riyadhush Shalihin, yang haditsnya sering saya kutip dalam tulisan-tulisan saya itu. Jadi buku saya itu sejarahnya cukup mengharukan.

Begitupun pula barangkali dengan tetangga dan rekanan, karena saya dulu jadi tertarik aktif di masjid kampus gara-gara akhlak seorang aktifisnya pula. Ada pengalaman seorang teman lagi, yang aktifis dakwah kampus. Pulang ke desa shalat dengan memakai jeans, lalu karena biasanya shafnya renggang, eh tahu-tahu katanya kakinya pun direnggangkan jauh hingga bisa menyentuh kaki orang dikanan kirinya, dan orang desapun berbisik, “ sholat gaya Suroboyoan” , nah.

Barangkali demikian, bahwa ghirah islam takkan berarti jika kita tak memberikan aqlaknya, karena tentu Islam tak bisa dimabil semangatnya saja, Islam adalah satu hal yang kaffah, dan kita disuruh untuk mengusahakannya, “Hai orang-orang beriman, masuklah ke dalam Islam secara keseluruhan”. Dan bahkan nabipun bersabda, ”Dan tidaklah aku diutus kecuali untuk menyempurnakan aqlak manusia”

Jadi percayalah bahwa keberhasilan dakwah sangat tergntung dari bagaimana kita dapat menunjukkan keagungan Islam, dengan aqlak kita, tidak dengan menakut-manuti, sehingga menyebabkan orang lain berkesan tidak baik terhadap Islam

Gampang khan [dicapkan seperti iklannya Sunslik [^_^]
Wallahu a’lam
___________________________________________
Desa Malasan, Trenggalek 27 Mei 2002 habis subuh.
Edy Santoso
[email protected] , http://masjidits.cjb.net


4 komentar:

  1. assalamualaikum.....
    khaifahaluk?
    sy dr malaysia.sy t'tarik dgn artikal dakwah kampus ni.bleh x berikan tips2 dlm cara kta berdakwah utk masyarakat kampus especially mad'u kta. syukran jazilan.

    BalasHapus
  2. assalamualaikum...........
    1.sy dr malaysia ingin bertanyakan bagaimanakah akhlak memainkan peranan di dalam menyampaikan dakwah terhadap masyarakat bukan islam.

    BalasHapus
  3. #2. Akhlak jelas sangat penting, kerana orang melihat penyampai kebajikan itu dari aqlaqnya. Seindah apapun seruan, jika tak dibarengai akhlak yang baik pasti tiada guna.

    BalasHapus
  4. assalamu'alaykum.
    nih artikel udah lama juga, tapi boleh yah nimbrung komentar. akhlak dalam dakwah so pasti dibutuhkan (wajib malah). namun kebenaran akhlak tidak bisa diukur dari respon yang diberikan mad'u. artikel tadi seolah menyatakan jika respon masyarakat buruk, maka dai kurang akhlaknya, demikian sebaliknya (mudahan ini salah). kita perlu ingat bahwa rasul yang mulia saja akan dibunuh kafir quraisy. apa rasul kurang akhlak dalam menghadapi mereka? pasti tidak.
    sebagaimana rasul, dai sekarang juga dituntut memiliki kesabaran yang tinggi.mereka adalah pemberi peringatan (bisa jadi banyak orang yang gak suka, cth: Abu jahal n abu lahab), buka penghibur atau pelawak. penolakan dalam dakwah adalah hal yang wajar. namun para dai harus mencari tau mengapa dakwah mereka ditolak. dengan introspeksi secara kontiunyu mudah2an masyarakat bisa menjadi sadar dan kualitas para dai semakin meningkat. amiiiiiiiiiiin

    BalasHapus

Artikel mungkin sudah tidak up to date, karena perkembangan jaman. Lihat tanggal posting sebelum berkomentar. Komentar pada artikel yg usianya diatas satu tahun tidak kami tanggapi lagi. Terimakasih :)