Minggu, 13 Januari 2002

Karena Kemurahan Allah

Sebuah hukum ketentuan Allah lah bahwa di dunia ini selalu saja ada yang kaya dan ada yang miskin, ada yang lemah dan yang kuat, dan ada yang berkecukupan dan ada yang berkekurangan, ada yang sakit dan ada pula yang sehat. Dengan itulah kehidupan menjadi dinamik dan akhirnya membangun jalur interaksi yang antar sesama.

Apa yang diberikan Allah kepada kita, apa yang kita punyai ini padahakekatnya adalah ujian Allah. Bagi yang berkekurangan barangkali keridhaan pada Allah, selalu bergembira dengan pemberianNya, dan terus bersabar mentaatiNya barangkali hal yang dinilai Allah. Sedangkan bagi yang berkecukupan, sikap kedermawanan, kerendahhatian, barangkali lebih dinilai di sisiNya.

Siapalah sebenarnya yang mau hidup tidak enak di dunia ini, karena tentunya semua orang menginginkan hidup layak, makan bergizi, tinggal di perumahan yang memadahi, dapat menyekolahkan anak sampai di tingkat yang sangat tinggi.

Allah hanya menginginkan semua orang untuk berusaha, meski hasilnya Allah pula yang menentukan. Meski banyak orang berpendapat nilai kesuksesan terletak pada kemampuan diri sendiri, akan tetapi saya berpendapat lain. Jika orang barat di dalam buku –buku manajemen personalnya lebih sering berkata bahwa kesuksesan itu , “Karena Saya” pada sebuah kerja keras yang mereka lakukan, maka kalaulah suatu saat saya sukses dari kerja yang saya lakukan maka saya akan mengatakan , “Karena kemurahan Allah”

Barangkali itulah sebuah pandangan yang sangat berbeda antara Saya dan Orang Barat umumnya, dan ini bagi saya merupakan kesimpulan dari realitas yang selalu saja saya temui.

Pernah pula saya mempunyai rekan yang menjadi rangking satu bukan hanya di tingkat kelas, akan tetapi di tingkat sekolah sejak SMP sampai SMA, nilai raportnya terlalu tinggi, dan dia juga anak yang cukup baik. Akan tetapi suasana berkata lain, ayahnya tidak berkemampuan untuk menyekolahkannya, hingga akhirnya SMA menjadi saat-saat terakhir sekolahnya formalnya, untuk selanjutnya dinikahkan oleh orang tuanya. Saat selesai ujian, disaat-saat rekan yang lain sibuk memilih sekolah, diapun tidak bisa menjawab pula harus kemana.

Berbeda dengan saya, meskipun nilai saya paspasan, dan tidak pernah rangking di sekolah, saya masih bisa melanjutkan kuliah, meskipun dengan kondisi yang “memprihatinkan” pula. Dan bagi saya, hanya karena “kemurahan Allah” pula hal ini bisa terjadi pada saya.

Kejadian yang lain, rekan dekat saya, yang sebenarnya lebih pinter dari saya harus di keluarkan dari ITS karena kuliahnya terbengkalai ketika ia harus bekerja memenuhi kebutuhan yang tidak bisa dicukupi orangtuanya.

Beberapa orang barangkali akan cepat mendapatkan kerja karena Pakliknya adalah pejabat ini, itu. Di Kabupaten saja katanya beberapa pekerjanya mendapatkan jatah untuk “memasukkan” saudaranya di instansi itu, sedang yang berjuang keraspun terkadang belum tentu pula masuk menjadi pegawai disitu.

Jadi sebenarnya kesuksesan seseorang itu banyak tergantung dari hal-hal yaang ada di sekelilingnya yang biasa disebut orang barat dengan kebetulan-kebetulan, yang dalam bahasa saya adalah campur tangan Allah.

Jika kita memandang kesuksesan kita sebagai sebuah kemurahan dari Allah niscaya kita tidak akan memandang orang yang berada di bawah kita sebagai para pemalas yang tak mau bekerja, juga tak kan memandang sebelah mata dengan orang-orang yang kebetulan kurang beruntung. Demikian pula jika kebetulah apa yang kita usahakan banyak mengalami cobaan dan kegagalan maka jangan menjadikan kita menjadi rendah diri, karena bukankan sebenarnya nilai kemuliaan itu ada di inna akramakum ‘indallahi atqaakum, sesungguhnya yang paling mulia disisi Allah adalah yang paling bertakwa. Dan segala hal di dunia dengan berbagai kejadiannya adalah atas campur tangan Allah. Allah memberikan soal-soalnya kepada kita, hingga kita memilihnya dengan dengan sikap dan pandangan yang kita ambil, dan selanjutnya dinilailah kita oleh Allah.

Yang terpenting bagi Allah adalah usaha dan keredhaan kita. Jadi barangkali sikap terbaik kita dalam hidup ini adalah berusaha dan selalu meminta campurtangan Allah untuk membantu usaha kita dengan do’a do’a yang selalu kita panjatkan, kemudian menyerahkan semua keputusan terakhirnya kepada Allah.

Jadi jika kebetulan antum naik mobil atau motor kemudian menjumpai orang yang kurus mengendarai sepeda pancal warna merah, ya jangan segan-segan mengklaksonnya, karena orang itu sebenarnya adalah ………… [lho lalu apa hubungannya ….J]

Sby, Sabtu, 17 Januari 2002 habis Subuh

Mas Ed
[email protected]
http://masjidits.cjb.net

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Artikel mungkin sudah tidak up to date, karena perkembangan jaman. Lihat tanggal posting sebelum berkomentar. Komentar pada artikel yg usianya diatas satu tahun tidak kami tanggapi lagi. Terimakasih :)