Rabu, 03 Oktober 2001

Telaten

Barangkali kita sering mendengar kata “telaten”, seperti dalam ungkapan, “Seorang ibu menyuapi anaknya dengan telaten”. Setahu saya, kata telaten sebenarnya berasal dari bahasa jawa “tlaten”. Saya sendiri agak sulit menerjemahkan kata telaten ini, akan tetapi barangkali frasa yang cukup mewakili adalah “tidak bosan-bosannya”. Jika dikatakan Ibu itu sangat telaten menyuapi anaknya, maka artinya ibu itu dengan tidak bosan-bosannya menyuapi anaknya.

Orang bisa telaten karena ia memiliki keinginan kuat untuk menggapai sesuatu. Seorang ibu dengan telaten mengasuh anaknya karena ia berharap bahwa anaknya akan menjadi kebanggaan keluarga setelah besar nanti. Atau seorang da’i amat telaten membina mad’unya karena ia berharap mad’unya akan menjadi sosok terbaik yang berguna bagi ummat.

Orang yang telaten adalah orang yang tahan terhadap godaan. Godaannya orang yang telaten itu adalah kebosanan, jengah, malas, karena yang dilakukannya barangkali adalah hal yang monoton. Cobalah amati seorang ibu yang emngasuh anaknya yang kecil kecil itu, mengompol, menangis, rewel, yang jika tidak telaten barangkali sudah diberikannya anaknya kepada orang lain. Demikian pula seorang da’i yang saban Minggu harus mengisi pengajian kepada mad’unya, barangkali ia akan cukup jengah juga, apalagi kalau mad’unya agak ndableg seperti saya ini :]. Barangkali memang hanya orang yang telaten saja yang akan bertahan dan barangkali akan menuai hasilnya.

Dalam ungkapan Jawa dikatakan “Sopo tlaten bakal panen”, yang maksudnya ”Siapa telaten akan menuai “. Ya barangkali memang demikian, seorang yang dengan telaten meniti suatu jalan untuk menggapai maksud tertentu akan menuai hasilnya. Lihatlah ayahnya Osama Bin Laden, yang katanya dulunya adalah imigran dari Yaman yang tak punya apa-apa, akan tetapi karena ketelatenannya akhirnya ia dapat membangun konsursium di bidang kontruksi. Dalam ketelatenannya, berarti ia telah banyak menyingkirkan godaan dan rintangan.

Rekan saya, suatu saat dengan perasaan besar bertanya kepada calon istrinya, “ Sesungguhnya apa yang menarik dari diriku ini, hingga kamu mau menerimaku menjadi calon suamimu ?” Akan tetapi jawabannya tidaklah seperti yang diperkirakan. Bukannya, “Antum sangat cakep mas”, atau “Kelihatannya antum orangnya makmur”, akan tetapi yang cukup mengejutkan adalah, “ Karena antum ini adalah orang yang sangat telaten menunggu, sudah kubilang sebulan lagi, trus kutunda dua minggu lagi, sebulan lagi, tapi dirimu telaten menunggu,” Nah, ternyata,…..:]

Ternyata kalau saya fikir-fikir, orang yang paling telaten di dunia ini adalah Rasulullah, bagaimana tidak telaten, wong rintangan dakwahnya aja menggunung, tantangannya begitu kuat, sementara konsep-konsep yang ditawarkannya selalu saja dicemooh orang. Tapi ketelatenannya dalam mengemban misi dakwah itu akhirnya kini membuahkan hasil. Islam menjadi agama besar yang kaya akan konsepsi.

Akhirnya, saya menjadi berfikir-fikir, mengapa banyak terget yang saya buat menjadi berantakan, ya, barangkali saya kurang telaten.

Edy Santoso
[email protected]
http://masjidits.cjb.net

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Artikel mungkin sudah tidak up to date, karena perkembangan jaman. Lihat tanggal posting sebelum berkomentar. Komentar pada artikel yg usianya diatas satu tahun tidak kami tanggapi lagi. Terimakasih :)