Ashobiyah diartikan sebagai sikap yang fanatik secara berlebihan kepada kelompoknya, yang kalau dahulu barangkali kepada kabilahnya, sukunya, atau jika sekarang ini barangkali antara organisasinya, alirannya, atau mungkin harakahnya.
Islam sebenarnya agama yang satu, akan tetapi dengan adanya perkembangan waktu, akhirnya seringkali terjadi perbedaan penafsiran dalam menerjemahkan nilai Islam itu. Perbedaan sebenarnya sudah ada dalam zaman nabi, dan ashabiyah sebenarnya tidaklah perlu ada jikalau masing-masing fihak memahami yang lain, serta mengadakan dialog yang konstruktif selama masih memungkinkan. Masing-masing fihak tidaklah boleh 'mengerasi' yang lain ketika melontarkan ketidak setujuannya.
Islam datang bukan untuk memecah belah, akan tetapi Islam datang untuk menyatukan, menyatukan tuhan, menyatukan rasul, menyatukan kitab, sehingga muncullah kesatuan ummat. Ingatlah, ketika saat suku Aus dan Khazraj di Yastrib saling bersengketa, lalu nabi menyatukannya dalam naungan Islam.
Perbedaan antar organisasi dakwah, tak haruslah berakhir dengan ketegangan, akan tetapi berakhirlah dengan kebaikan, janganlah saling mengolok, janganlah saling menghina, akan tetapi yakinilah bahwa adanya organisasi adalah hanya untuk memudahkan kita dalam mengkoordinasi dakwah. Apakah kita merasa bahwa hanya kita saja yang akan berdakwah ini, sedangkan orang lain tak berperan apa-apa.
Sesungguhnya setiap muslim kata Allah adalah saudara, yang jika ada perselisihan saja diantaranya kita diharapkan akan dapat mendamaikannya. Maka tentu sangat menentang Allah jika kita sendiri yang karena ashabiyah kita lalu menebarkan kebencian kepada rekan kita yang lain yang barangkali tidak se-organisasi, atau se-harakah.
Rasul saja berkata bahwa tiap muslim itu fii jasadil wahid, satu tubuh, yang jika salah satu anggotanya terluka maka tubuh lainnya juga akan merasakan sakitnya.
Allah jauh-jauh telah mengingatkan akan hal ini.
' Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah; [tetaplah atas] fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. [Itulah] agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui'
'dengan kembali bertaubat kepada-Nya dan bertakwalah kepada-Nya serta dirikanlah shalat dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang mempersekutukan Allah, '
' yaitu orang-orang yang memecah-belah agama mereka dan mereka menjadi beberapa golongan. Tiap-tiap golongan merasa bangga dengan apa yang ada pada golongan mereka' [QS : 30 - 32]
Renungkanlah ayat di atas, maka antum akan memahami ungkapan 'Islam Qablal Jama'ah', Islam sebelum jama'ah. Barangkali antum perlu juga membaca Fiqul Ikhtilaf, yang ditulis Dr. Yusuf Qardlawi, sehingga kita dapat mendudukkan setiap persoalan dengan tanpa harus ber ashobiyah
Wallahu a'lam
[email protected]
Minggu, 07 Oktober 2001
Pertemuan 18 : Dakwah Manhajiah, Menghindari Ashobiyah
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Dimana-mana ada yang namanya Ashobiyah yak? Ampe keriting dibuatnya, habis kadang-kadang ngeselin banget, jadi sutet..
BalasHapusSaat ini kondisi kita benar-benar terpuruk dalam penjajahan. Dalam segi apa saja. Coba sadari....
BalasHapusTapi ketika ada upaya untuk membangunkan rakyat untuk kembali berjuang demi negeri, mencintai negeri, membela negeri (dengan istilah lain Nasionalisme). Menumbuhkan semangat ini.
Maka serta merta sebagian umat kita menuding dengan sinis. "Nasionalisme adalah biang kehancuran Khilafah !!!"
Apa tidak ingat siapa yang telah melahirkan "Indonesia" ? Mereka adalah pejuang-pejuang Muslim yang dengan semangat JIHAD, rasa cinta tanah air yang sangat tinggi, mengobarkan perjuangan demi lahirnya si jabang bayi "INDONESIA"
Lalu apakah si-Ibu yang bernama "NASIONALIS" ini dilupakan demikian saja setalah si anak beranjak dewasa ??? Teganya....
astaghfirullah... kadang ana bingung dengan temen2 yg katanya aktifis dakwah dari manapun harakahnya cz ashobiyah, Q ta ini mendakwahkan ISLAM ato HAROKAH kok yg kliatan LEBIH KE HAROKAHNYA BUKAN ISLAMNYA
BalasHapus