Sabtu, 29 September 2001

Kebahagiaan Karena Cinta

Didepan kost saya, beberapa orang tukang batu telah beberapa hari melakukan tugasnya, membangunkan rumah salah seorang dosen ITS, dan alhamdulillah jika saat ini penggalian pondasinya sudah selesai dilakukan. Di Surabaya ini, ia tidaklah menikmati kehidupannya secara layak. Ia membangun sebuah gubuk di samping tempat yang ia gali itu. Gubuk kecil yang akhirnya dihuni oleh beberapa orang pekerja. Jika pagi ia memasak makanan dan air sekedarnya, dan kalau malam ia tidur di luar sambil mebakar kayu untuk mengusir nyamuk yang memang luar biasa banyaknya.

Barangkali sangat jarang yang mengamati sisi hidup seorang tukang batu itu, karena apalah arti seorang tukang batu, karena barangkali peranannya sangat kecil dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, apatah lagi menghasilkan devisa. Akan tetapi bagi saya, orang-orang itu telah memberikan sebuah pengalaman berharga akan nilai-nilai.

Saya yakin, selama ditinggal beberapa hari di sini, istrinya akan menunggunya dengan setia, demikian pula anak-anaknya, menantikan sebuah harapan bahwa sang bapak akan pulang sambil membawakan rizki buat melanjutkan kehidupan dan sekolah anak-anaknya. Karena jika terus di desa, apalah yang bisa diharapkan, paling bertanam singkong dan kelapa yang harganya juga tak seberapa. Demikian pula tenaga, kayaknya nggak ada nilainya.

Saya sangat mengagumi sang bapak itu, yang karena tanggungjawab nya kepada keluarga, ia rela untuk tidur di gubuk yang sangat jauh dari nyaman, dan rela pula memasak makanan dengan sekedarnya. Meskipun kalau ia mau, barangkali ia dapat hidup lebih baik dengan memanfaatkan gaji yang diperolehnya. Tapi yang ada dalam hatinya adalah bukan bagaimana saya hidup denagn enak dan nyaman, tapi bagaimana saya hidup dengan batas minimal, sementara istri dan anak-anak saya dapat hidup dengan lebih baik. Jika istri dan anak-anak dapat berbaju rapi, demikian pula anak-anak dapat bersekolah, adalah ‘kebahagiaan’ yang sangat tinggi bagi seorang ayah.

Demikianlah, kebahagiaan nampaknya bukan hanya dimiliki orang yang selalu mendapatkan sesuatu saja, akan tetapi terkadang kebahagiaan akan didapatkan ketika seseorang dapat berkorban untuk orang-orang yang dicintainya.

Barangkali begitulah, mengapa orang-orang tertentu mendapatkan kebahagiaan ketika mengorbankan yang dimilikinya untuk Allah, adalah karena ia mencintaiNya

Surabaya, 28 sept 2001
Edy Santoso
[email protected]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Artikel mungkin sudah tidak up to date, karena perkembangan jaman. Lihat tanggal posting sebelum berkomentar. Komentar pada artikel yg usianya diatas satu tahun tidak kami tanggapi lagi. Terimakasih :)