Mungkin antum sering mengikuti seminar, apalagi jika antum seorang aktifis. Seminar pemberdayaan ummat, seminar kewanitaan, talk show tentang mendidik anak, sarasehan pendidikan bagi calon ibu, dan berbagai kegiatan senada lainnya. Bahkan temanyapun seringkali begitu memikat dan menggairahkan siapa saja yang membacanya, 'Dengan Seminar Pemberdayaan Wanita Kita Ciptakan Wanita Hebat Yang Sukses Karirnya dan Sukses Rumah Tangganya' , ' Dengan seminar Pemberdayaan Ekonomi Ummat Kita Ciptakan Ummat yang Mandiri ' dan sebagainya. Sebuah pelajaran berharga memang, karena dari sana muncul banyak informasi tentang berbagai hal, yang karena di bawakan oleh pakar pula, maka menjadi up to date dan mungkin tepat sasaran.
Pelajaran yang kita ikuti dalam forum-forum formal seperti yang kita bicarakan diatas tentulah kurang 'gregetnya' jika tidak di barengi dengan pelajaran yang sifatnya 'pengalaman'. Kelihatannya belajar dari pengalaman akan memberikan banyak materi yang dengannya terkadang kita di paksa untuk merenung lebih lama, dan tak jarang akan menimbulkan tekad yang lebih membaja.
Saat saya berkeliling kota dengan motor, dan ketika melihat anak jalanan, membuat hati saya terasa sangat trenyuh. Bagaimana tidak, anak-anak sekecil dan semanis itu, harus dipaksa keadaan untuk mencari uang. Tentu tak terfikirkan bagaimana mereka mengenyam pendidikan, tentu mereka tak pula akan bermimpi dapat penghargaan, bahkan caci maki mungkin menjadi makanan mereka sehari hari.
Saat saya di terminal, saya menjumpai seorang ibu yang mengemis sambil menggendong anaknya. Saya lalu mencoba memberinya uang Rp 1000,- saja, yang bagi saya mungkin tak ada artinya. Ternyata membuatnya terlalu gembira, karena biasanya seorang memberinya RP 100,- dan itupun harus menanti lama. Tentu kedua pengalaman itu membuat saya 'tercerahkan' , seperti saya telah mengikuti seminar sehari tentang 'Melihat Realitas Kehidupan Kaum Duafa'
Masih ingatkah antum pada sebuah cerita yang cukup melegenda di kalangan rekan-rekan kita di Muhammadiyah, yang menjadikan Muhammadiyah mempunyai kegiatan sosial yang luar biasa banyaknya ?? Suatu saat KH Ahmad Dahlan, yang pendiri Muhammadiyah itu, mengajarkan Al Qur’an kepada para santrinya. Akan tetapi yang mengherankan adalah bahwa Surat Al Ma’un yang diajarkannya diulang selama beberapa hari. Tentu hal ini membuat banyak santri yang terheran-heran, apakah ust. Dahlan ini kehabisan materi atau apa. Seorang santri bertanya kepada beliau, mengapa selama beberapa hari ini beliau hanya mengajarkan Araaitalladzi Yukadziobubiddin ...saja ??
Tanpa banyak berbicara Ust. Dahlan meminta para santri beliau untuk membeli seekor ayam di pasar, lalu menyembelih dan memasaknya, serta membagi-bagikan kepada orang miskin. Rupanya beliau belum meningkatkan materi pengajian karena santri beliau belum mengamalkan materi pengajian itu, padahal sebuah ilmu itu di pelajari untuk diamalkan.
Seorang Imam [ kalau tidak keliru Imam hasan al Basri, Afwan ana agak lupa namanya] ketika dimintai fatwa tentang membebaskan budak maka beliau meminta waktu selama tiga minggu. Peminta fatwapun tidak tahu, mengapa harus tiga minggu ?? Ternyata minggu pertama beliau gunakan untuk mencari uang, minggu kedua membeli budak, dan minggu ketiga membebaskannya. Beliau nampaknya sangat memahami, bahwa dengan apa yang telah di perbuatnya akan menambah bobot fatwanya akan mengesankan, dan akan lebih mudak difahami.
Sejarah turunnya Al Qur’an serta jalan cerita dari Generasi zaman Rasulullah SAW mungkin salah satu hal yang banyak memberikan pelajaran tentang persoalan ini. Al Qur’an turun berangsur-angsur, sesuai dengan kebutuhan dan kesiapan ummat pada waktu itu. Dan begitu turun, tanpa banyak diperdebatkan, para sahabatpun sami’na wa atho’na. Jadilah Rasul SAW sebagai peragawan Al Qur’an dan masyarakat pada saat itu adalah masyarakat Al Qur’an.
Dari banyak cerita saya tadi mungkin kita dapat menyimpulkannya sendiri, bagaimana kita harus membarengi keilmuan kita yang sifatnya 'indoor' dengan keilmuan yang sifatnya 'outdoor', sehingga menjadikan apa yang kita pelajari menjadi lebih mengesankan.
Wallahu a’lam
Surabaya, Kamis 23 Agustus 2001
Edy Santoso
[email protected]
Minggu, 02 September 2001
Meneguhkan Belajar Dengan Beramal
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Artikel mungkin sudah tidak up to date, karena perkembangan jaman. Lihat tanggal posting sebelum berkomentar. Komentar pada artikel yg usianya diatas satu tahun tidak kami tanggapi lagi. Terimakasih :)