Minggu, 26 Agustus 2001

Memahami Kesederhanaan

Suatu saat dalam sebuah kereta, teman saya tiba-tiba menanyakan suatu hal kepada saya, apa yang dimaksud dengan kesederhanaan. Barangkali ini adalah pertanyaan yang sederhana, akan tetapi ternyata saya cukup kesulitan untuk men cari rangkaian kata yang mewakili makna “kesederhanaan itu”. Belum selesai saya berfikir, ia lalu menunjukkan apa arti kata kesederhanaan itu.

Menurutnya kesederhanaan berarti mencari sebanyak-banyaknya, dan menggunakan sebatas keperluan. Kurang jelas dari mana ia memperoleh makna seperti itu, dari perkataan seorang pakar atau dari perenungannya sendiri, akan tetapi bagi saya ternyata perkataan itu sangat kaya akan arti. Dan jika direnungkan secara mendalam ternyata masuk akal juga.

Kesederhanaan nampaknya dapat di pandang dari pelbagai sudut, dari sudut pertama sebagaimana yang di ungkapkan oleh rekan saya itu, yang berarti kesederhanaan yang terbentuk merupakan buah dari perenungan yang mendalam, buah dari kecerdasan, buah dari kehebatan, dan buah dari pengalamannya. Ia sebenarnya mampu untuk menampilkan suatu hal yang rumit, yang ndakik-ndakik, akan tetapi ia lebih memilih tampil secara sewajarnya, apa adanya, dan simpel , kalaulah ketiga kata yang saya maksud itu mewakili makna kesederhanaan.

Dari sudut kedua, kesederhanaan dapat dipandang bahwa dia memang tidak mampu. Ketidakmampuannya itulah yang membuat ia tampil secara lebih sederhana. Ketidakberdayaannya membuat ia tampil apa adanya. Jadi bagi saya yang kedua lebih mempunyai makna yang pasif, karena ia memang terpaksa atau dipaksa oleh keadaan untuk tampil seperti itu, tidak ada pilihan lain. Akan tetapi dalam tiulisan ini mungkin akan dibahas untuk sudut pertama, karena mungkin sederhana yang di buatnya lebih dinamik. Namun demikian saya merasa bahwa jika kesederhanaan yang diakibatkan ketidakmampuannya itu lebih diberdayakan bisa dimungkinkan ia akan melahirkan kualitas kesederhanaan sebagaimana kesederhanaan pada sudut pandang yang pertama.

Saya masih ingat ketika Teguh Power Point mengetengahkan suatu ungkapan bermakna dalam dunia bisnis, dalam sebuah radio, ia mengatakan bahwa kesederhanaan itu adalah cerminan dari kematangan, semakin matang orang maka ia akan berlaku lebih sederhana dan simpel. Menurutnya gambaran kesederhanaan yang paling baik adalah peristiwa ketika Allah mencipta segala sesuatu. Allah hanya mengatakan kun fayakun, maka jadilah apa yang diinginkan Allah itu. Ini merupakan gambaran kesederhanaan tingkat tinggi.

Ketika saya membaca buku “Mengikat Makna” nya mas Hernowo, saya menemukan kutipan yang bagus sekali tentang kesederhanaan dari buku “Jalan ke Makkah” yang ditulis Muhammad Assad dengan ma’na yang begitu indahnya.

“ … didepan ka’bah terkesan bahwa tangan seorang pembangun demikian dekatnya dengan konsepsi agamanya. Justru dalam kesederhanaan kubus it, yang menyangkal segala keindahan garisdan bentuk, berkatalah fikiran ini, Betapapun indahnya segala yang mampu di buat oleh tangan-tangan manusia, adalah congkak jika di bandingkan dengan kesabaran Tuhan. Oleh karena itu semakin sederhana yang dapat di sombongkan manusia, merupakan hal yang terbaik yang dapat dibuatnya untuk menyatakan kebesaran Tuhan ………”

Kalau rekan-rekan sering ngenet, maka apa yang antum lihat pada situs Yahoo, dan Google ? Jika saya menawarkan jawaban berupa kesederhanaan mungkin antum juga akan setuju. Memang kedua situs ini tidak hanya sederhana, tapi sangat sederhana. Meskipun demikian situs ini bukanlah situs yang “ecek-ecek” akan tetapi merupakan Search Engine yang memperoleh peringkat atas.

Demikian juga situs Era Muslim misalnya, bukankah tampilannya sangat sederhana, tapi begitu enak dipandang dan ternyata juga diakses terlalu banyak orang. Konsep inilah sebenarnya yang saya terapkan ketika saya membuat portalnya masjid Manarul ‘Ilmi.

Apakah situs besar itu tidak mempunyai dana kalau hanya untuk membuat wajah yang ramai, saya fikir bukan itu alasannya. Akan tetapi alasan-alasan matanglah yang membuat ia menampilkannya dalam bentuk yang sederhana.

Jika antum berjlan-jalan, dan terlihat seorang akhwat maka kalau antum melihat pakaiannya [hei…..pakaiannya aja loh J ] tentu akan terlihat kesederhanaannya. Hanya pakaian saja plus kerudung yang hampir tiada seni lekak-lekuknya, apalagi keindahan tubuh, rambut atau bodinya. Tapi kalau kita perhatikan justru kesederhanaannya inilah yang membuatnya begitu anggun dan berwibawa, bahkan jika kita bandingkan dengan bintang iklan sabun dan sampo sekalipun. Dia memutuskan untuk berpakaian sederhana semacam itu adalah karena kematangan jiwanya, bukan karena ia tidak mampu membeli perhiasan. Ia memakainya dengan kekayaan spiritual dan keteguhan hatinya, dan itulah sebenarnya yang nampak dihadapan kita.

Makanya beberapa hadits, yang dikhawatirkan Rasulullah sebenarnya bukanlah kesederhanaan bahkan mungkin kekurangan yang melanda ummatnya, tapi justru terbukanya dunia ini. [ Lihat Tarjamah Riyadlush Sholihin-nya ustadz Salim Juz 1 pasal Keutamaan Zuhud]

Jika demikian halnya mungkin menggunakan segala sesuatu sebatas keperluan, sebagaimana yang di katakan teman saya itu saya fikir merupakan makna yang baik, terlepas dari apakah antum menyetujui atau tidak, itu semua tergantung dari cara antum untuk memahaminya.

Wallahu a’lam,

Surabaya, 20 Agustus 2001,
Edy Santoso
[email protected]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Artikel mungkin sudah tidak up to date, karena perkembangan jaman. Lihat tanggal posting sebelum berkomentar. Komentar pada artikel yg usianya diatas satu tahun tidak kami tanggapi lagi. Terimakasih :)