Kamis, 12 September 2019

Habibie

Waktu saya kecil, apabila seorang anak ditanya, apa cita-citamu? Semua menjawab, ingin menjadi seperti Pak Habibie.

Habibie adalah role model bagi anak-anak waktu itu, dan juga orang tua. Dia seorang yang cerdas, ahli teknologi, modern, dan berpikiran maju di tengah posisi Indonesia sebagai negara berkembang, kalau tidak boleh dikatakan agak terbelakang.

Dia pintar, sekolah di Jerman, menjadi inisiator IPTN. Menjadi Menteri Ristek dan Teknologi selama Presiden Soeharto berkuasa.

Bahkan dalam kacamata saya, belum pernah ada Menristek yang lebih baik daripada dia. Habibie adalah ikon teknologi.

Yang saya ingat dari Habibie adalah ketika dia mendirikan ICMI, yang ingin memberi warna Islam pada era kepemimpinan Presiden Soeharto, yang saat itu dipandang tidak dekat dengan kelompok Islam. Dan ICMI telah memberikan sumbangsih yang tidak sedikit, bagi perkembangan dakwah Islam di Indonesia, terutama bagi kaum intelektual, dan telah berhasil untuk memberi warna yang lebih religius kepada Presiden Suharto.

Saya juga melihat visi hebat beliau, ketika beliau banyak memberikan beasiswa kepada para mahasiswa berprestasi Indonesia untuk belajar ke luar negeri. Beliau paham bahwa membangun bangsa butuh orang-orang yang pintar, sekaligus mempunyai wawasan. Dan mengirim orang-orang pintar ke luar negeri adalah salah satu jalan yang paling tepat.

Efeknya, kita melihat orang yang dikirim Habibie ini, menjadi pionir-pionir bagi pembangunan di Indonesia.

Habibie termasuk orang yang meyakini bahwa membangun bangsa ini tidak bisa instan, dan era kedepan harus dipersiapkan. Maka pengiriman mahasiswa ke luar negeri adalah dalam rangka mempersiapkan bangsa di etape berikutnya. Mereka pulang ke Indonesia dengan gelar Doktor dalam berbagai bidang.

Dia juga menjadi arsitek bagi munculnya industri industri strategis di Indonesia. IPTN, PT PAL, Pindad, dibangun dengan rencana yang matang. Semua dikerjakan dengan memanfaatkan tenaga ahli yang telah dipersiapkan sebelumnya.

Saya merasa kehilangan, saya sangat khawatir bahwa apa yang dipersiapkan oleh Habibie, dari sisi blue print maupun kerangka demokrasi, telah dibajak oleh orang yang cara berpikirnya sempit yang tidak memahami kerangka berpikir berbangsa dan bernegara.

Demokrasi dibungkam, diganti otoriterianisme. Pancasila sebagai kerangka pemersatu dijadikan sebagai alat pemecah belah.

Project-project strategis dibangun dengan cara instan, asal ada, dan bisa menjadi alat pencitraan. Tidak ada rencana matang, tidak ada riset, dan keberpihakan kepada rakyat yang seadanya. Negara dikelola oleh beberapa gelintir orang yang tidak profesional.

Innalillahi wa inna ilaihi rojiun.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Artikel mungkin sudah tidak up to date, karena perkembangan jaman. Lihat tanggal posting sebelum berkomentar. Komentar pada artikel yg usianya diatas satu tahun tidak kami tanggapi lagi. Terimakasih :)