Senin, 13 Mei 2019

Masjid Millenial

Dulu, waktu SMP, sering sekali saya dan kawan-kawan, terutama kalau malam Jumat dan malam Minggu tidur di "Langgar", istilah Musholla bari orang Jawa. Bahkan di langgar ada Radio Tape. Kalau malam Minggu mendengarkan sandiwara Saur Sepuh semalam suntuk.

Itulah salah satu kegiatan paling keren zaman itu. Zaman dikala internet belum ada, bahkan telephon rumah saja belum masuk rumah. Satu satunya teknologi yang mengagumkan barulah listrik. Dan mainan paling hebat bukan game tapi elektronika. Namun bermain elektronika tetap terkendali karena membutuhkan biaya yang tidak sedikit untuk ukuran remaja waktu itu.

Kala itu, Masjid dan Langgar masih menjadi tempat cangkruk paling asik.

Sekarang jaman berubah, Anak-anak muda dan remaja telah tenggelam ke dalam budaya baru yang tidak sama lagi. Ya iyalah, dulu untuk mengundang kawan, kita harus mendatangi ke tempatnya satu persatu, sekarang tinggal ambil smartphone, sekali tekan enter, 100 orangpun dapat kita undang sekaligus. Semudah itu.

Kerja, bersenang-senang, bersosial campur aduk menjadi satu. Itulah salah satu cirinya. Mencari tantangan adalah ciri lainnya. Tidak seperti orang dulu, sekolah kemudian cari pekerjaan yang aman dan nyaman.

Karena itu, apabila Masjid tidak ingin kehilangan para anak muda, maka dia juga harus memberi ruang kepadanya untuk berkembang sebagaimana kebiasaan-kebiasaan Milenial yang brekembang.

Beberapa hari lalu kawan-kawan muda Safari Ramadhan dan mampir kerumah, sekaligus sholat tarawih di masjid baru, yang letaknya di sebelah  timur rumah saya. Akhirnya diskusipun berkembang, soal Masjid dan Millenial.

Bayangan tentang Masjid Millenial adalah masjid yang memberi porsi kepada mereka untuk berkreatifitas. Orang tua jangan terlalu banyak mengatur. Cukup mengarahkan pada tata nilai Islam saja. Biarkan mereka mengembangkan ide-idenya.

Masjid juga harus disertai  fasilitas pendukung seperti wifi serta colokan listrik disana-sini agar memudahkan charge berbagai perangkat elektronik.

Masjid juga harus punya kantin atau sekedar toko kecil untuk menjual berbagai makanan kecil sekaligus bisa membeli dan menyeduh kopi sendiri.

Masjid harus punya perpustakaan yang memadahi agar disela-sela waktu mereka bisa membaca buku dan berbagai pengetahuan.

Dan yang paling penting, masjid juga punya ruang/tempat pendukung yang nyaman untuk bekerja dan berkolaborasi. Coworking Space, istilah kerennya.

Jadi ketika janjian dengan kawan, kita tinggal bilang,
"Nanti kita ngobrol di CWSnya masjid saja"
"Yuk nanti mengerjakan tugas di Masjid"
"Nanti malam habis Isya aja kita lanjutkan di ruang meeting masjid"

"Keren tenan ......".

Ketika seseorang berada di lingkungan masjid, maka orang itu akan lebih mudah melakukan ibadah, menghadiri pengajian, dan melakukan kebaikan-kebaikan.

Dengan konsep ini masjid akan menjadi pusat semua kegiatan, khususnya bagi anak muda. Dengan mendekatkan mereka dengan masjid, maka keluarga tidak akan takut lagi pengaruh negatif era melineal.

*) Masjid yg saya maksud adalah Masjid dengan segala instrumen pendukungnya, bukan sekedar bangunana masjid tempat sholat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Artikel mungkin sudah tidak up to date, karena perkembangan jaman. Lihat tanggal posting sebelum berkomentar. Komentar pada artikel yg usianya diatas satu tahun tidak kami tanggapi lagi. Terimakasih :)