Senin, 12 November 2018

Selamat Hari Ayah

Hari ini, Senin 12 Nopember adalah hari ayah. Saya juga baru mendengarkan kemarin. Pak Imron Muzaki mengatakan hal ini dalam sebuah forum Orang Tua Santri Sekolah Mutiara Ummat, yang melihat jumlah ayah yang hadir hanya seperempatnya ibu-ibu :)

Saya tahunya hari ibu, bahkan tanggalnyapun hafal, 22 Desember. Namun hari ayah tidak pernah mendengarnya.

Menjadi ayah itu aneh, demikian juga menjadi ibu, kita tidak pernah belajar secara khusus, tidak pernah ada mata pelajaran dan mata kuliah menjadi ayah, tiba-tiba kita sudah menjadi ayah. Kita terpaksa belajar lewat pengalaman, comot sana-sini, belajar dari ayah kita dulu, dan seterusnya. Aneh juga rasanya pendidikan kita itu, hal penting malah tidak diajarkan, dan yang tidak kita pakai malah kita pelajari bertahun-tahun :D

Di hari ayah ini, saya ingin menceritakan tentang dua hal yang berkesan dari ayah saya dalam mendidik saya.

Pertama, ayahlah yang mengajari saya Sholat.

Ketika kecil saya hidup di Pegunungan, yang jauh dari suasana religius. Belum ada metode IQRA, belum banyak madrasah. Maka ayah sayalah yang mengajari sholat.

Caranya agak unik. Ayah mengajari saya sholat tanpa saya harus menghafalnya.

Jika waktu sholat tiba, ayah mengajak sholat di kamar pasholatan dengan amben kayu dan bergalar bambu. Ayah jadi imam, dan saya menjadi makmum. Sebelum sholat dia mengatakan, ini sholat dhuhur ada empat rakaat.

Setelah sholat selesai, ayah meminta saya sholat kembali, dengan cara yang sama persis dengan sebelumnya, tapi semua bacaan dibaca keras. Ayah membacakan bacaannya, dan saya menirukannya.

Begitulah cara yang diajarkannya sampai saya bisa sholat sendiri.

Kedua, ayah mengajari hidup dengan mendongeng.

Dulu, ketika listrik belum ada,  kalau malam suasana gelap gulita.  TV hanya Pak Carik saja yang punya. Suasana sungguh sepi.  Saya biasa membunuh sepi dengan bermain di rumah tetangga sampai malam.

Namun kebiasaan bermain sampai malam ini berhenti dan pulang karena setiap malam  ayah mendongeng. Jam 7.30 malam, biasanya dongeng dimulai.

Berawal dari adik saya yang punya kebiasaan sebelum tidur harus dikeloni dan didongengkan. maka sejak itulah ritual mendongeng sebelum tidur dilakukan ayah.

Ayah seorang guru. Walaupun di desa, dia punya akses untuk membaca buku-buku cerita di perpustakaan SD nya, sesekali dibawa pulang untuk dipinjamkannya kepada saya. Sehingga koleksi dongengnya banyak. Ayah juga anak seorang dalang, sehingga dia juga punya cerita pewayangan yang banyak.

Setelah seri ceritanya habis, maka ayah bercerita tentang pewayangan, yang karena ceritanya panjang maka selalu bersambung. Ayah bercerita tentang Wibisana dan Kumbokarna, dua saudara yang menempuh jalan berbeda walaupun niatnya sama-sama baik. Atau cerita tentang Bambang Sumantri dan Sukrasana.

Cerita-cerita itu sampai sekarang tetap membekas dan menjadi bagian dalam cara berfikir dan bersikap saya.

Kepada ayah saya, saya mengucapkan terimakasih, karena saat kecil saya benar-benar merasa mempunyai seorang ayah. Mudah-mudahan Allah selalu melindungi, mencurahkan keberkahan padamu.

Selamat hari ayah, atau lebih tepatnya bagi saya, selamat hari bapak ....

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Artikel mungkin sudah tidak up to date, karena perkembangan jaman. Lihat tanggal posting sebelum berkomentar. Komentar pada artikel yg usianya diatas satu tahun tidak kami tanggapi lagi. Terimakasih :)