Sampai saat ini, saya mengalami gerhana matahari sebanyak 2 kali. Gerhana pertama Juli 1983, dimana saya akan masuk kelas 1 SD. Gerhana matahari total yang melintasi pulau Jawa selama 5 menit. Dan yang kedua yang tanggal 9 Maret 2016 ini, namun bagi saya yang tinggal di pulai Jawa tidak total, mungkin hanya sekitar 80% saja.
Saya akan bercerita sedikit perbedaan antara 1983 dengan 2016 ini.
Gerhana Tahun 1983
Pada tahun 1983, saya tinggal di Desa Watulimo Trenggalek. Bapak saya guru, namun saat itu, saya tinggal di rumah yang berlantai tanah dan berdinding bambu. Satu-satunya televisi di kampung saya adalah TV hitam putih di rumah Pak Carik.
Gerhana matahari memang menjadi spekulasi saat itu. Apa, bagaimana, resikonya, semua orang berspekulasi sendiri-sendiri. Namun yang saya ingat informasi saat itu adalah pesan untuk tidak melihat matahari secara langsung, karena bisa menyebabkan kebutaan. Majalah Panjebar Semangat, satu-satunya Majalah yang sering dibawa bapak pulang membuat ilustrasi cara aman menikmati matahari, yang intinya kita hanya boleh melihat gerhana dari TV atau menggunakan kacamata khusus.
Namun karena sedikitnya informasi saat itu, banyak orang ketakutan. Rata-rata mereka berdiam di rumah, bahkan ada yang ngumpet di kolong. Genting kaca ditutup kertas, lubang-lubang dimana cahaya matahari bisa masuk juga ditutup. Intinya jangan ada cahaya matahari masuk, takut matahari terlihat dari celah itu dan menyebabkan kebutaan.
Padahal alasan sciencenya tidak seperti itu. Ketika seseorang melihat gerhana total, maka suasananya gelap dan pupil membuka lebar-lebar untuk bisa menangkap sebanyak-banyaknya cahaya. Peralihan dari gerhana total ke posisi tidak total ini yang berbahaya. Saat mata membuka pupil selebar-lebarnya dan tiba-tiba keluar sinar kuat, inilah yang sebenarnya membahayakan mata. Kornea mata bisa terbakar.
Saya ingat, saat total, suasana memang benar-benar gelap, kami harus menyalakan lampu, dan ayam-ayam berkokok, seperti ketika terjadi peralihan dari pagi ke petang dan petang ke pagi.
Gerhana Tahun 2016
Dalam gerhana tahun 2016 ini, saya yang berada di Trenggalek Jawa Timur hanya mengalami gerhana sebagian. Hanya sekitar 80% saja.
Saya sudah bersiap-siap seandainya suasana menjadi gelap. Namun ternyata yang saya tunggu-tunggu seperti tidak datang. Ternyata, 20% dari matahari yang terbuka sudah bisa membuat dunia terang benderang.
Akhirnya, saya yang juga tidak mempunyai kacamata khusus hanya bisa melihat dari televisi saja.
Pinhole
Ditengah situasi seperti itu saya sudah tidak bisa berharap banyak. Saya tidak punya alat untuk menikmati gerhana selain TV.
Istri saya yang ke dapur tiba-tiba mengatakan bahwa dia menemukan sesuatu. Ada bayangan gerhana dibeberapa titik pada dinding. Ini bagian yang jarang dibahas orang ketika membahas gerhana Matahari
Bayang Matahari |
Celah Genting menghasilkan PinHole |
Proyeksi PinHole |
Prinsipnya, jika ada sumber cahaya mengenai sebuah benda, lalu melewati celah kecil, maka cahaya dan bayangannya akan diteruskan ke bidang proyeksi secara terbalik.
Ternyata ada juga yang memanfaatkan fenomena ini untuk kebutuhan yang lebih profesional, seperti kamera pinhole dan alat untuk melihat gerhana matahari.
Dengan menggunakan box Aqua kita pasti asik ketika bersama anak membuat alat ini dan menggunakannya bersama-sama untuk mengamati gerhana matahari dengan aman.
Selamat bertemu dengan gerhana selanjutnya :)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Artikel mungkin sudah tidak up to date, karena perkembangan jaman. Lihat tanggal posting sebelum berkomentar. Komentar pada artikel yg usianya diatas satu tahun tidak kami tanggapi lagi. Terimakasih :)