Kebanyakan sekolah mendidik agar anak bisa menjawab soal. Berangkat dari sebuah buku yang diajarkan kemudian dibuatlah daftar pertanyaan untuk mengetahui apakah anak sudah bisa atau belum. Bisa atau tidak bisa diukur dari ketepatan menjawab pertanyaan. Inilah cara sekolah mengajarkan kepada anak didiknya bertahun-tahun.
Cara seperti ini membuat anak menjawab setiap pertanyaan hanya dengan mencocokkan dengan pendapat buku dan guru, mereka menjadi tidak berani berpendapat.
Jika kita memberinya pertanyaan tertentu maka dia takut untuk menjawab, takut salah, dalam arti tidak sama dengan jawaban yang dipunyai penanya / guru. Ini karena sekian lama cara yang digunakan disekolah memang seperti ini. Anak yang menjawab salah sering seperti tidak berharga, seperti mendapat social punishment, dan bukannya apresiasi karena telah berani menjawab.
Orang tua kadang menanyai anak, bagaimana dengan ujiannya tadi? Beberapa soal saya kerjakan dengan ngawur. Kalau anak saya menjawab demikian kadang saya katakan itu bukan ngawur, itu berpendapat.
Semestinya, keberanian anak dalam mengemukakan pendapat perlu dihargai, walaupun salah. Dalam tradisi Islam, seseorang yang berijtihad kalau benar dapat dua pahala kalau salah satu pahala. Semuanya dihargai.
Fokus pendidikan yang berorientasi pada bisa menjawab pertanyaan hanya akan membuat anak tidak berani berpendapat, takut mencoba, dan minder.
Oleh karena itu apresiasi dari pendidik, misalnya terimakasih telah berusaha menjawab pertanyaan. Jawaban yang lebih tepat adalah bla bla bla ...
Mbak Rani sudah merani mengemukakan pendapatnya dan hampir benar. Sebenarnya cara kerja kincir adalah seperti ini ...
Cara ini akan membuat anak terdorong untuk berpartisipasi dalam proses belajar mengajar, Anak akan lebih banyak berfikir dan berpendapat dan lebih percaya diri karena pendapatnya dihargai.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
cak edy cocok klo jadi guru
BalasHapus@arisnw hahaha begitu ya bro :)
BalasHapus