Sabtu, 28 Agustus 2004

Selalu Ada Resiko

Tadi malam, sekitar pukul 10, saya melihat bincang-bincang di TV 7. Menarik. Acara itu menghadirkan Prof Budi Santoso dari PD, dan juga Pak Dayat (Pak Hidayat Nur Wahid) dari PKS. Dari keseluruhan acara, ada satu kalimat yang cukup menarik yang dilontarakan Pak Dayat.


Saat itu moderator menanyakan tentang peristiwa kemarin sore, tentang dukungan PKS kepada Pak SBY. Apakah tidak merugikan citra PKS. Dan apakah tidak lebih menguntungkan jika PKS berada di luar pemerintahan, karena dengan demikian, PKS akan terlihat lebih bersih. Pak Dayat lantas menjawab, baik berada di luar, atau berada di dalam pemerintahan, masing-masing mengandung resiko. Dan keputusan masuk pemerintahan, telah melalui pemikiran yang matang.


Sebenarnya yang ingin saya garisbawahi adalah pernyataan beliau, bahwa baik didalam maupun di luar kabinet,tetap ada resiko. Saya setuju.


Dalam kehidupan apapun, resiko memang selalu ada. Jangankan dalam konteks politik, dalam keluarga saja, adajuga resiko. Tapi apakah karena bayang-bayang resiko lantas akhirnya kita tidak berbuat apa-apa. Saya rasa tidak.


"Namun bagi saya, lebih baik melakukan sesuatu meskipun beresiko dibanding tidak melakukan sesuatu".

PKS mungkin bisa dibuat contoh. Tarbiyah, yang merujuk pada ideologi Al Ikhwan telah membangun komunitas sejak bertahun-tahun silam. Akan tetapi, mengapa ia tidak menjadi ormas saja. Toh menjadi ormas akan menyebabkan posisinya aman,tidak akan mengalami cercaan dan sebagainya. Tapi PKS memilih format politik. PKS lebih memilih bereksperimen untuk menunjukkan nilai-nilai luhur Islam dalam politik. PKS berfikir bahwa dengan demikian, PKS akan lebih bisa berperan untuk menentukan arah negara ini. Resikonya adalah, ia akan sering mendapat protes kalau tidak berhasil memperjuangkan aspirasi. Orang akan sering tidak obyektif melihatnya. Padahal yang memaki-maki, mungkin tidak pernah berbuat apa-apa, meski orang melihatnya sebagai sosok yang bersih.


Jika semua orang berfikir resiko, maka mungkin banyak orang baik yang tidak akan mau menjadi Presiden, atau Anggota Legislatif; sebab masih dilantik saja, sudah banyak yang mendemo. Memposisikan diri pada posisi ini, memang sering dinilai orang sebagai pihak yang bersalah. Lain jika kita menjadi pengamat. Menjadi pengamat, hanyalah mengeluarkan komentar-komentar tanpa melakukan apapun. Tentu semua orang melihatnya sebagai sesuatu yang baik karena memang ia tidak pernah berbuat.


Jika kita takut resiko sebelum melakukan apapun, maka sebenarnya kita tidak pernah akan menjadi pelaku selamanya. Namun bagi saya, lebih baik melakukan sesuatu meskipun beresiko dibanding tidak melakukan sesuatu. Karena hakekatnya setiap pilihan itu mempunyai resiko dan keuntungan. Yang penting kita berfikir mendalam sebelum mengambil keputusan. Dan ketika keputusan itu kita ambil,makakita harus siap menghadapi resiko.


[email protected]

2 komentar:

  1. Assalamualaikum
    Saya sangat menyayangkan sekali dengan pendidirian PKS akhir-akhir ini. Ada semacam dilematis politik gitu.

    Emang benar apa yang dikatakan pak Nur : semua pasti mengandung resiko, tapi apakah PKS tidak merasa malu dengan opini yang selalu menjadi andalannya, " memilih diantara kemudhorotan yang lebih sedikit". Pak Nur, maaf ya..barangkali menurut saya PKS sekarang harus memiliki komitment yang kongkrit dalam masalah kebijakannya. Jangan sampai umat selalu dijadikan tameng dalam masalah kekuasaan.

    Saya percaya PKS akan memperjuangkan hak ummat. Tapi saya tidak percaya bahwa PKS bisa membawa kepada jalan yang diridhoi oleh Allah SWT. Semoga tidak terjadi. Selamat berjuang ! kami rindu syariat islam

    BalasHapus
  2. Mengenai sikap, bukan saya yang berhak untuk menjawabnya. Tapi benar, setiap keputusan itu mengandung resiko, bahkan dikalangan pendukungnya sekalipun. Itu memang konsekwensi menjadi parpol. Kalau ingin memuaskan semua orang, lebih baik jadi ormas saja.

    Saya setuju syariat Islam. Tapi kita harus tahu, apa yang kita idamkan itu masih jauh. Bahkan, membangun iklim yang kondusif bagi dakwah saja, susahnya bukan main.

    Marilah kita berfikir, sekarang apalah yang bisa kita perbuat untuk Syariat Islam. Apakah yang kita sebut sebagai syariat itu tiba-tiba hadir begitu saja. Semuanya memerlukan proses panjang. Dan resikonya ketika kita hendak mencari jalan terbaik itu terkadang orang menyebutnya "tidak mempunyai konsitensi". Ya,... itulah mungkin resikonya :)

    BalasHapus

Artikel mungkin sudah tidak up to date, karena perkembangan jaman. Lihat tanggal posting sebelum berkomentar. Komentar pada artikel yg usianya diatas satu tahun tidak kami tanggapi lagi. Terimakasih :)