Minggu, 26 Agustus 2001

Pertemuan 14 : Dakwah yang Tawazun

Karakteristik dakwah berikutnya adalah bahwa seruan yang dibawakan haruslah tawazun; makna dari tawazun itu sendiri sebenarnya kurang lebih adalah bagaimana seorang aktifis dakwah menyeru dan membina manusia untuk memenuhi aspek-aspek kebutuhannya secara seimbang. Akan tetapi jika dipandang dari sudut yang lain tawazun juga dapat bermakna menyeimbangkan diri dalam pemenuhan kebutuhan akhirat tanpa meninggalkan dunia.

Apa sajakah sebenarnya kebutuhan manusia itu ? Ada yang membaginya dalam dua term yaitu jasmani dan rohani. Kebutuhan jasmani terkait dengan kebendaan yang dapat ditangkap oleh panca indera, dan sering disebut sebagai lahiriyah. Sedangkan kebutuhan rohani adalah kebutuhan untuk memenuhi hal-hal yang sifatnya ma'nawiah, seperti kebahagiaan, ketenteraman, kasenangan, kepuasan batin dll.

Akan tetapi dalam bahasan kita ini akan membagi kebutuhan manusia ini ke dalam 3 kelompok dimana yang disebutkan dengan kebutuhan batiniah masih dibagi menjadi dua yaitu kebutuhan akal dan ruh. Pembagian ini hanya di gunakan untuk memudahkan kita membuat pengertian yang lebih baik, karena pada dasarnya akal dan ruh memang agak berbeda.

Manusia dengan ruhnya akan dapat menggunakan apa yang disebutnya sebagai 'rasa'. Rasa sayang, belas kasih, dll. Rasa adalah nikmat terbesar yang diberikan oleh Allah SWT. Dengan rasa manusia dapat memahami tentang Ketuhanan, dengan rasa manusia bisa membangun komunikasi yang lebih baik antar sesama dll. Rasa tidaklah banyak mmememtingkan untung rugi, karena rasa berorientasi pada kepuasan batin seseorang. Untuk memupuk sensitifitas Ruh, maka manusia memerlukan apa yang disebut sebagai dzikir. Dzikir dalam Islam berarti mengingat Allah. Dengan dzikir maka manusia akan mempunyai ketajaman perasaan. Maka dalam Al Qur'an seringkali muncul ungkapan yatazdakkaruun [berdzikir]

'Hai orang-orang yang beriman, berzdikirlah [dengan menyebut nama] Allah, zikir yang sebanyak-banyaknya.[33:41]'

'Apabila kamu telah menyelesaikan ibadah hajimu, maka berdzikirlah dengan menyebut Allah, sebagaimana kamu menyebut-nyebut [membangga-banggakan] nenek moyangmu [126], atau [bahkan] berdzikirlah lebih banyak dari itu. Maka di antara manusia ada orang yang bendo'a: 'Ya Tuhan kami, berilah kami [kebaikan] di dunia', dan tiadalah baginya bahagian [yang menyenangkan] di akhirat. [2:200]'

Dengan akalnya manusia akan dapat menimbang-nimbang, apakan sesuatu itu mashlahat atau mudzarat, menguntungkan atau tidak, dan dengan akalnya pula manusia dapat mempertahankan kehidupannya, dapat membuat cara baru dalam melakukan sesuatu dll. Akal manusia dapat menemukan temuan baru yang berguna dalam kehidupannya. Akan tetapi akal yang tidak dipandu oleh ruh yang baik tentu terkadang hanya mau untungnya sendiri. Akal juga dapat di gunakan sebagai sarana menggapai hidayah. kalau kita memperhatikan penciptaan langit dan bumi, mau mengamati ciptaan Allah secara mendalam tentu manusia dapat menemukan Tuhannya. Manusia yang dapat pula memperoleh kesimpulan dari perenungannya terhadap alam ini jika ia memang bersungguh-sungguh.

'Dan Dia-lah Tuhan yang membentangkan bumi dan menjadikan gunung-gunung dan sungai-sungai padanya. Dan menjadikan padanya semua buah-buahan berpasang-pasangan [765], Allah menutupkan malam kepada siang. Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda [kebesaran Allah] bagi kaum yang memikirkan.[13:3]'

'Dan di bumi ini terdapat bagian-bagian yang berdampingan, dan kebun-kebun anggur, tanaman-tanaman dan pohon korma yang bercabang dan yang tidak bercabang, disirami dengan air yang sama. Kami melebihkan sebahagian tanam-tanaman itu atas sebahagian yang lain tentang rasanya. Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda [kebesaran Allah] bagi kaum yang berfikir. [13:4]'

Ketiga adalah raga. Manusia disamping harus mengoptimalkan jiwanya juga harus mengasah Raganya. kata Rasul bahwa muslim yang kuat lebih disukai daripada muslim yang lemah. Bahkan Rasul juga menganjurkan anak-anak untuk dilatih memanah dan berenang. Ini menandakan bahwa persoalan raga/fisik memperoleh perhatian serius dalam Islam. Demikian halnya dengan persoalan makanan, allah memerintahkan kita agar makan denagn makannan yang halalan thoyyibah, makanan yang halal dan bergizi, agar kita dapat beraktifitas denagn baik.

Oleh sebab itu ketiga aspek tersebut haruslah selalu dipupuk. Dan inilah tugas para da'i dalam menyampaiakn risalah Islam yang agung ini. Kita dapat memupuk jiwa dengan ibadah ritual, shalat, puasa, dzikir. Kita dapat mengasah fikiran untuk memikirkan hal-hal yang baik, dan kitapun dapat melatih fisik dengan memberi makanan yang halal dan thayyib serta melatihnya dengan berolah raga yang cukup.

Jika tawazun di pandang dari segi yang lain, maka seruan dakwah juga harus berorientasi terhadap bagaimana seseorang akan mampu membagi pemenuhan kebutuhan dunia dan akhiratnya secara seimbang. Seorang da'i haruslah menuntun ummat agar dapat memenuhi kedua aspek tersebut secara seimbang, memenuhi kebutuhan akhirat tanpa meninggalkan dunia.

Nabi pernah mengatakan bahwa carilah dunia ini seakan engkau akan hidup selamanya, dan carilah akhirat ini seakan engkau akan mati esok. Artinya dunia dan akhirat keduanya harus dicari secara sungguh-sungguh.

'Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu [kebahagiaan] negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari [keni'matan] duniawi dan berbuat baiklah [kepada orang lain] sebagaimana Allah telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di [muka] bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.[28:77]'

wallahu a'lam
[email protected]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Artikel mungkin sudah tidak up to date, karena perkembangan jaman. Lihat tanggal posting sebelum berkomentar. Komentar pada artikel yg usianya diatas satu tahun tidak kami tanggapi lagi. Terimakasih :)