Saat ini, kita sebenarnya telah mengalami kemajuan yang signifikan, terutama dirasakan oleh generasi yang mengalami masa awal tahun 80-an. Pada masa itu, memiliki motor atau TV hitam putih masih dianggap sebagai tanda kekayaan yang hanya dimiliki oleh segelintir orang.
Meski demikian, hasrat manusia terhadap kemewahan terus berkobar. Meskipun pencapaian yang dulunya hanya dinikmati oleh orang kaya pada tahun 80-an kini dapat diakses oleh siapa pun, tetap saja kita merasa tidak puas. Ironisnya, hal ini mendorong kita untuk mengeksploitasi sumber daya alam dan manusia demi memuaskan keinginan kita, semata-mata untuk diakui sebagai bangsa maju.
Tidak hanya itu, dalam konteks yang lain, hal-hal yang semestinya hanya masalah selera pribadi dianggap sebagai prinsip yang tidak bisa ditawar. Sehingga, seringkali kita melibatkan diri dalam perseteruan dengan sesama hanya untuk mempertahankan apa yang kita klaim sebagai prinsip.
Ketika saya mengingat ajaran Imam Ghazali, yang kerap dianggap menghambat kemajuan karena menekankan pentingnya tidak terlalu terpukau oleh kesenangan duniawi, saya justru menyadari relevansinya. Dalam perspektif kemajuan yang sejati, ketamakan tampaknya menjadi hal yang kontraproduktif. Setidaknya, mari kita belajar untuk menggunakan sumber daya dunia dengan bijaksana, dan tidak rakus dalam mengejar dunia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Artikel mungkin sudah tidak up to date, karena perkembangan jaman. Lihat tanggal posting sebelum berkomentar. Komentar pada artikel yg usianya diatas satu tahun tidak kami tanggapi lagi. Terimakasih :)