Tuisan ini mungkin sudah 'tidak up to date' lagi. Penjaga Gunung Merapi itu sudah meninggal tanggal 26 Oktober lalu karena awan panas Merapi. Saya sebenarnya sudah merintis tulisan sebelumnya, namun draft itu sulit saya selesaikan. Mungkin, karena selama ini saya hanya mengenalnya melalui koran dan layar kaca, dan tak pernah bertemu muka. Meskipun tak pernah bertemu, saat mendengar beliau meninggal, saya merasa sangat kehilangan, dan air mata saya tak bisa saya tahan. Dia ternyata sudah berada di hati saya. Saya kira banyak orang merasakan hal yang sama seperti saya. Saya memang tak bisa membaca tulisan-tulisannya. Saya hanya bisa membaca sekelumit pesannya, kesan orang yang bertemu dengannya, juga kesejukan wajahnya. Dari situ saya mengerti banyak tentang arti kesederhanaan, andap asor, dan keramahannya. Mbah Maridjan memang bukan orang berharta, juga bukan intelektual hebat, namun banyak orang mencintainya karena keteladanannya. Memang negeri ini banyak orang pintar, namun tak banyak yang bisa memberi keteladanan. Jika membicarakan Mbah Maridjan saya jadi ingat tulisan mas Bayu Gautama tahun 2006 lalu tentang beliau di http://bit.ly/aDiJdy dan di http://bit.ly/a2IO75 Saya hanya bisa mendoakan, mudah-mudahan Allah memberikan tempat terbaik baginya dan mengampuni dosa-dosanya. Selamat jalan Mbah Maridjan, sosok sederhana yang kami rindukan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Artikel mungkin sudah tidak up to date, karena perkembangan jaman. Lihat tanggal posting sebelum berkomentar. Komentar pada artikel yg usianya diatas satu tahun tidak kami tanggapi lagi. Terimakasih :)