Puasa telah kita lakukan bertahun-tahun, namun fenomena yang terjadi adalah fenomena kenaikan harga barang dan kebutuhan pokok setiap bulan Ramadhan. Artinya bahwa di bulan Ramadhan konsumsi menjadi naik dan pengeluaran semakin bertambah. Secara logika, berkurangnya jumlah makan sehari mestinya sebanding dengan pengeluaran, namun faktanya malah terjadi anomali. Ini terjadi karena puasa hanya dimaknai sekedar tidak makan minum dari subuh sampai magrib, bukan dimaknai sebagai menahan diri secara lebih luas. Menurut saya, bahkan yang lebih berat dalam soal puasa adalah menahan yang diluar makan minum tadi. Pertama, menahan diri dari sifat rakus : sehari tanpa makan minum kita kuat, namun kuatkah kita untuk makan tidak berlebihan saat berbuka puasa ? Kedua, menahan diri dari makan berlrbihan : kita sering tidak tahan membeli berbagai makanan yang lebih mewah dari makanan harian kita sebagai bentuk kompensasi atas puasa kita pada siang hari. Ketiga, kita tidak ghibah, namun kita secara tak sengaja tak bisa menahan diri menikmati acara ghibah di tv maupun di internet. Momentum puasa ini hendaknya bisa kita pakai untuk benar-benar belajar menahan diri secara maknawi, bukan hanya dalam aspek fiqih saja. Selamat berpuasa mudah-mudahan kita tidak termasuk orang yang disebut nabi hanya memperoleh lapar dahaga saja dari berpuasa.
Selamat menjalankan ibadah puasa.
BalasHapusTerimakaish Mas Cahya ...
BalasHapus