Ini cuma rasan-rasan kasar saja. Sewaktu saya kuliah sekitar tahun 1996 rasanya untuk masuk ke PTN tak semahal sekarang, bapak saya yang guru SD masih kuat menyekolahkan saya dan adik saya ke ITS. Nggak tahu lagi kalau sekarang. Saya juga merasakan sekolah dari SD sampai SMA di Negeri, biayanya nggak semahal sekarang. SPP saya Rp 3.500,- saat SMP dan ketika SMA sekitar Rp. 13.000,- . Kalau sekarang dikalikan sebanyak 5 X (sesuai dengan kenaikan dolar terhadap rupiah) saya kira jatuhnya masih murah.
Kemarin sempat bertemu dengan orang tua yang akan memasukkan anaknya lewat jalur PMDK Unair, dan menunjukkan surat sumbangan yang harus dibayar. Menurut saya masih kelewat mahal.
Anggaran pendidikan dari tahun ke tahun semakin meningkat, tapi mengapa terutama biaya pendidikan tinggi terasa mahal ?. Mengutip dari situs DIKTI :
Komisi X DPR RI dengan tujuh Menteri Kabinet Indonesia Bersatu, yaitu Menko Kesra, Mendiknas, Menteri Dalam Negeri, Menteri Pendayagunaan dan Aparatur Negara (Menpan), Menteri PPN/Ketua Bappenas, Menteri Agama, dan Menteri Keuangan pada 4 Juli 2005 lalu telah menyepakati kenaikan anggaran pendidikan adalah 6,6% pada 2004, menjadi 9,3% (2005), menjadi 12% (2006 ), menjadi 14,7% (2007), menjadi 17,4 % (2008 ), dan terakhir 20,1% (2009).
Sementara realisasinya, tahun 2004 anggaran pendidikan masih sekitar 5,5%(2004), dari APBN atau sekitar Rp20,5 triliun. Dan meningkat menjadi Rp 24,6 tiriliun pada 2005. Pada tahun 2006 pemerintah hanya mengalokasikan anggaran pendidikan sebesar 9% dan dalam APBN 2007 anggaran untuk sektor pendidikan hanya sebesar 11,8 persen, Dan APBN 2008 hanya mengalokasikan 12%, nilai ini setara dengan Rp61,4 triliun dari total nilai anggaran Rp854,6 triliun.
Bu Sri Mulyani ternyata mengeluh juga dengan kondisi ini.
Saya yang menteri saja begitu tahu tuition (biaya masuk) kuliah di almamater saya langsung puyeng,'' kata Sri Mulyani.
Anggaran semakin meningkat, namun biaya mengapa biaya pendidikan tinggi semakin mahal. Apakah anggaran itu sekarang hanya dialokasikan ke pendidikan dasar menengah ?
Seandainya demikian adanya, maka saya sepakaat dengan gagasan Bu Sri Mulyani dengan cara pengelolaan biaya pendidikan. Mestinya bu Sri Mulyani yang jadi Mendiknas :)
Menurut Sri Mulyani, separo anggaran seharusnya digunakan untuk memperbaiki kualitas pendidikan tinggi. Sebab, pendidikan tingkat SD-SMP menjadi tanggung jawab kabupaten dan provinsi menanggung kualitas pendidikan tingkat SMA. Dengan pembagian tugas itu, di atas kertas alokasi anggaran di Depdiknas seharusnya dialokasikan untuk pendidikan tinggi.
Kalau tak banyak orang miskin yang bisa memasuki dunia Pendidikan Tinggi, maka yang terjadi adalah yang kaya makin kaya dan yang miskin tak punya peluang untuk memperbaiki keadaannya.
Saya yakin ada kesalahan kebijakan dalam penyelenggaraan dan pengelolaan Anggaran pendidikan. Saya berharap ada solusi terhadap masalah ini. Orang miskin juga harus mempunyai peluang untuk melanjutkan ke Pendidikan Tinggi.
Punya perspektif dan informasi lain yang bisa di share ?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Artikel mungkin sudah tidak up to date, karena perkembangan jaman. Lihat tanggal posting sebelum berkomentar. Komentar pada artikel yg usianya diatas satu tahun tidak kami tanggapi lagi. Terimakasih :)