Senin, 04 Mei 2009

Yang Mengganjal pada Kebijakan Pendidikan

Iklan Sekolah Gratis itu begitu menarik, bahkan sering tak sengaja mulut kita mendendangkan lagu Sekolah Gratis yang teramat akrab di telinga itu. Namun kalau kita ngomong masalah pendidikan secara menyeluruh, sesungguhnya ada yang mengganjal pada kebijakan sekolah gratis. Apa ?

Mohon dibenarkan kalau salah. Kebijakan mengratiskan biaya sekolah dari SD sampai SMP dilakukan secara pukul rata, maksudnya baik orang mampu maupun tidak mampu semuanya mendapatkan sekolah gratis. Padahal, masyarakat mampu sesungguhnya masih bisa berpartisipasi dalam pembiayaan pendidikan. Seandainya, hanya masyarakat kurang mampu yang mendapat pendidikan gratis, saya kira ini lebih tepat sasaran, selain anggaran pendidikan itu bisa kita alokasikan kepada bagian lainnya.

Dilain tempat, biaya pendidikan di Perguruan Tinggi malah semakin mahal. Adanya pengubahan status Perguruan Tinggi Negeri, yang semula menjadi harapan terakhir orang miskin untuk bisa memperoleh pendidikan tinggi menjadi pupus, karena dengan dibuatnya PTN menjadi BHMT realitasnya menjadikan biaya pendidikan semakin melambung. Mungkinkah saat ini Mahasiswa hannya membayar 2 juta (dulu saya meminta keringanan sampai 750 rb) untuk bisa masuk PTN, dan membayar SPP hanya 300 Rb persemester seperti saat saya kuliah dulu ?  Saat itu ayah saya yang guru SD itu masih mampu menyekolahkan saya. Menurut ayah saya, beratnya membiayai kuliah itu bukan masalah membayar biaya pendidikannya, yang berat adalah pembiayaan terhadap tempat tinggal (kost) dan biaya makan sehari-hari.

Saat ini lain, biaya masuk PTN mahal, biaya pendidikan sebagai akibat dari berubahnya status menjadi BHMT dibebankan ke SPP. Dalam keadaan seperti ini, dimana posisi orang miskin ?

Ketika kita ingin memutus garis kemiskinan, maka sesungguhnya yang penting kita lakukan adalah bagaimana membuat orang miskin itu bisa mencapai pendidikannya ke jenjang pendidikan tinggi. Karena dengan cara seperti inilah peluang seseorang untuk menjadi “pelaku” menjadi cukup besar. Jika kita hanya mentargetkan orang miskin hanya pada level SMP atau bahkan SMA yang   pola fikirnya belum sampai pada level pelaku, dan kita kurang membuka lebar pintu bagi orang miskin untuk menempuh pendidikannya hingga tingkat tinggi, maka sesungguhnya kesempatan orang miskin untuk menjadi pelaku semakin kecil.

Mengacu pada kata menkominfo, Pak Nuh, yang mengatakan sesungguhnya pemutus rantai kemiskinan adalah pendidikan, maka seandainya sedikit orang miskin yang akan menjadi pelaku, maka rantai kemiskinan itu sungguh tidak akan pernah terputus.

Karena itu, turunkan biaya Pendidikan Tinggi, kerutama bagi kaum tidak mampu.

3 komentar:

  1. Saya setuju sekali dengan pendapatnya ... dengan kebijakan seperti ini pemerintah seolah-olah mengatakan orang miskin gak usah kuliah, jadi merasa seperti di jaman belanda dulu dimana orang lokal gak boleh sekolah ... tapi ini malah dijajah bangsa sendiri ... gak akan ada lagi yang berita-berita seperti "anak petani menjadi dokter" atau semacamnya ...

    BalasHapus
  2. saya setuju banget dengan sekolah gratis, tak masalah dari golongan mampu ataupun tidak. Tapi sayang masih di tingkat SMP saja belum ke tingkat SMA dan PT.

    Mungkin akan sangat bagus jika sistemnya seperti di Jerman (dulu). Pendidikan gratis hingga PT, namun saat bekerja di potong gajinya dalam bentuk pajak yg selanjutnya digunakan untuk biaya pendidikan.

    Terus terang biaya operasional pendidikan cukup tinggi, selama ini kalau kita hitung uang SPP itu hanya 10% dari beban yg harus ditanggung masing2 mahasiswa ( Ini juga yg membuat beberapa dosen geram jika mahasiswanya tidak lulus-lulus :d )

    Disisi yang lain, Sayang pendapatan pajak yg begitu besar yg semestinya digunakan utk biaya pendidikan kebanyakan di korupsi oleh oknum2 yg tidak bertanggungjawab. Jika korupsi di Indonesia ini habis, bisa jadi biaya pendidikan dari SD s/d PT menjadi gratissss....

    BalasHapus
  3. Saya sepakat dengan abang. Memang benar pemutus rantai kemiskinan adalah pendidikan, namun dengan kiranya dengan mengratiskan pendidikan saja hal tersebut dirasa belum cukup optimal. Perlu diadakan pembenahan di semua bidang pendidikan terutama kurikulum dan tujuan pendidikan.

    BalasHapus

Artikel mungkin sudah tidak up to date, karena perkembangan jaman. Lihat tanggal posting sebelum berkomentar. Komentar pada artikel yg usianya diatas satu tahun tidak kami tanggapi lagi. Terimakasih :)