Kamis, 14 Oktober 2004

Keteladan dari MPR

Semalam, di newsticker Metro TV saya menyaksikan satu hal yang tak pernah ada sebelumnya. Nurwahid, dan Wakil ketua MPR ramai-ramai menolak Mobdin Volvo, juga fasilitas kamar termewah di hotel. Bagi mereka, apalagi nurwahid dan fatwa - yang telah kenyang dengan pahit getirnya kehidupan - mungkin bukanlah sesuatu yang besar. Toh, perbedaan naik volvo dan kijang, mungkin tidaklah seberapa, karena substansinya mereka tetap bisa melaksanakan tugas tanpa kepanasan dan kehujanan. Demikian juga dengan hotel mewah.


Saya memuji mereka hanyalah karena kemampuan mereka membangun empati dan keteladanan. Betapa banyak pejabat kita yang sering mengatakan, marilah kita hidup hemat, kita itu dalam keadaan krisis, namun kita melihat kehidupan mereka yang bertolak belakang dengan yang mereka katakan. Itu terlalu sering terjadi di negeri ini.


Saat ini, analisis yang ada di koran-koran berkata, Pemerintahan SBY sedang dalam pilihan yang sulit. Karena harus menaikkan BBM, sebuah kebijakan yang sangat tidak populis. Bagaimana mungkin mengambil kebijakan menaikkan harga, padahal di kampanye kemarin dia telah menyerukan perubahan. Sebuah pilihan sulit, antara kebangkrutan negara karena beban subsidi dan kekecewaan rakyat. Apalagi kita melihat, masyarakat Indonesia yang dulunya dikenal sebagai bangsa santun itu, sekarang telah berubah menjadi bangsa yang beringas, temperamen, dan apriori. Seperti makan buah simalakama saja.


Saya jadi ingat, betapa banyak orang yang apriori dengan Megawati saat pemilihan kemarin, padahal sebenarnya banyak juga prestasi yang beliau hasilkan di tiga tahun terakhir, dan beliau telah bekerja keras. Adalah karena rakyat kurang melihat keteladanan.


Pemerintah sebenarnya tidak perlu khawatir atas kemarahan rakyat, jika ia sanggup memberikan keteladanan menyangkut kebijakan yang mereka keluarkan. Rakyat akan mengerti, bahwa negara dalam keadaan sulit, jika pelaku kebijakan memberikan keteladanan dan hidup sederhana. Kemarahan rakyat itu, muncul karena pemegang kebijakan menyuruh semua memahami, sedangkan mereka bergelimang kemewahan, kemudahan dan fasilitas gratis dari negara.


Perdana Menteri Thailand, Taksin Sinawata, memahami sekali makna keteladanan ini. Dan bahkan pernah melakukan tindakan ekstrim dengan tidur bersama pekerja di bandara, agar bandara cepat selesai. Sebuah "dongeng" di zaman Umar yang menjadi realitas. Kita memang tidak menghendaki Presiden kita sampai melakukan hal seekstrim itu, namun saya berharap beliau mengambil makna keteladanan darinya.


Memang, akhirnya hanya ada dua pilihan. Pilihan pertama, ia akan banyak emndapatkan fasilitas dan harta, dan akan bisa menempatkan pondasi bisnis yang luar biasa bagi dirinya. Namun dimata banyak orang ia ... dianggap hina. Namun jika ia hidup sederhana, dan penuh keteladanan, dia takkan mendapatkan apapun, kecuali kecintaan rakyat dan namanya yang harum, yang akan dikenang orang sampai kapanpun.


Pak SBY, anda memilih yang mana ?


______
achedy

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Artikel mungkin sudah tidak up to date, karena perkembangan jaman. Lihat tanggal posting sebelum berkomentar. Komentar pada artikel yg usianya diatas satu tahun tidak kami tanggapi lagi. Terimakasih :)