Jumat, 10 Januari 2014

Mengapa Tidak Suka Membaca Buku ?

Saya merasa semakin menyukai buku semenjak saya menetap di kampung halaman : Trenggalek. Hidup di kota dan di desa sangat terasa perbedaannya. Di kota kita dengan mudah menghadiri kajian dan seminar, di desa tidak mudah.

Lalu saya merasa, buku menjadi sarana yang paling efektif untuk mendapat pengetahuan, ide, dan gagasan. Walaupun sekarang sudah ada internet, namun buku tetap tidak tergantikan. Gagasan yang ada di dalam buku lebih sistematis dan tuntas, karena dia dibuat dengan persiapan yang lebih serius.

Dengan membaca buku, saya mendapatkan banyak insight dari motivator, mendapatkan banyak hikmah hidup dari membaca biografi, dan ketrampilan dari membaca buku-buku teknis. Dengan buku saya merasa mendapatkan akses ke dalam pikiran orang-orang hebat.

Mengapa Tidak Suka Buku ?

Tidak semua orang mempunyai pikiran macam saya. Banyak orang tidak menyukai buku. Lalu para penyuka buku heran seheran herannya, mengapa tidak menyukai buku, bukankan buku itu besar manfaatnya bla.. bla ...

Banyak orang ketika pertama berkenalan dengan buku, yang muncul adalah sebuah buku yang 99% berisi tulisan, dengan sedikit gambar hitam putih tanpa warna dengan Font Times New Roman. Paragrafnya juga jarang-jarang, kadang setengah halaman buku baru ganti paragraf. Tak ada ilustrasi, tak ada warna. Sungguh menyiksa. Dan berkali-kali bertemu dengan buku dengan tampilan serupa itu. Karena kebanyakan buku yang saya jumpai memang begitu.

Kedua, di tempat-tempat bacaan umum dan perpustakaan, tak banyak buku bacaan yang menarik yang asik dibaca. Kalau ada, mungkin sedikit. Buku-buku menarik memang lebih mahal, apalagi dengan layout menawan. Kadang di tempat bacaan umum, yang penting koleksinya banyak, apakah isinya berbobot, atau layoutnya mempunyai daya tarik baca itu lain soal.

 

Bandingkan dua buku diatas. Dua-duanya sebenarnya bagus. Yang atas judulnya "Agar Siapa Saja Mau Melakukan Apa Saja untuk Anda" dan yang bawah berjudul "Leadership 3.0"

Ketika saya disodori buku yang paling atas, perut saya sudah mulas duluan. Melihat tulisannya saja sudah capek. Namun ketika mendapati yang kedua, saya ingin cepat-cepat membaca. 

Membaca buku pertama sangat berat dan melelahkan, membaca buku kedua ringan dan menghibur.

Generasi Muda dan Buku : Ada Kaitannya ?

Saya jadi ada pikiran nakal, apakah jika dibilang orang bahwa sekarang perilaku anak-anak remaja mengerikan berkorelasi dengan buku ? Bisa jadi mereka tidak menyukai buku dengan topik agama dan moralitas karena layout bukunya menyebalkan hehehe. Saya baca buku-buku fiqih juga begitu. Topik Mawaris misalnya, akan lebih mudah jika dibuat diagram dan ilustrasinya, namun yang saya jumpai hanya text saja hehe... Ini tantangan untuk penerbit buku-buku agama.

Sekarang sebuah buku harus diciptakan secara efektif. Membaca buku bukan lagi aktifitas otak kiri, namun otak kanan juga. Suasananya tidak lagi terasa berat namun rekreatif.  

Jadi, bagi yang tidak suka membaca, cobalah ke toko buku lagi. Saat ini sudah berbeda dengan sepuluh tahun yang lalu. Banyak buku dengan tema dan layout yang menarik, meskipun belum banyak untuk buku-buku dengan topik moral dan agama.

#buku

4 komentar:

  1. - Ada yang bilang kalau membaca buku itu seperti makan makanan yang udah jadi. Sementara baca dari internet cuma memakan bumbu-bumbunya saja. :)

    - Buku2 yang tidak bergambar memang cenderung berat (berat untuk membuka mata). Baca sebentar aja rasanya udah ngantuk cak. hehe. Gimana ya cak. Punya solusi apa tidak agar membaca tidak bikin ngantuk? hehe

    BalasHapus
  2. ada buku bagus ... bisa di baca untuk segala umur ... bisa di baca oleh bayi sampai profesor ...tulisannya kriting .. makin sering membaca makin menyegarkan badan ...bisa menyehatkan fisik dan spisikis ... mudah di dapat.. banyak yang hapal ... ini ada linknya ...http://tanzil.net/#1:1

    BalasHapus
  3. Perumpamaan yang tepat sekali mas :). Agar membaca gak bikin ngantuk, jangan baca buku yang tidak menarik, apalagi sudah layoutnya buruk temanya gak menarik. Tapi bagus juga untuk terapi imsomnia ....

    BalasHapus
  4. Menarik sekali cak artikelnya.
    Saya mungkin satu dari 10% masyarakat Indonesia yang tdk bisa sehari saja tidak menyentuh buku.
    Kebetulan saya memiliki ibu yang juga hobi membaca dan sedari usia 4 tahun saya sudah menyukai buku ilmu pengetahuan alias no fiksi.
    Saya memang kecenderungan otak kiri, jadi tidak begitu mempermasalahkan layout bacaan, yang penting 'isi' dari buku tersebut.
    Adapun yg membuat budaya malas membaca masyarakat kita karena dari sekolah saja kita disuruh membaca untuk menghapal, anak2 sekolah dituntut menguasai isi bacaan dengan paksaan. Tidak peduli seberapa lama hapalan itu nyangkut di otak. Saya rasa itu salah satu faktor yang membuat 90% masyarakat indonesia tidak suka berteman dengan buku, karena pendekatan dengan paksaan itu tadi.

    BalasHapus

Artikel mungkin sudah tidak up to date, karena perkembangan jaman. Lihat tanggal posting sebelum berkomentar. Komentar pada artikel yg usianya diatas satu tahun tidak kami tanggapi lagi. Terimakasih :)