Sabtu, 25 Desember 2010

Etika dalam Bus yang Rumit

Naik bus kelas ekonomi, mulanya hanya boking dua tempat duduk saja. Tapi ternyata anak saya sudah besar, sudah tak nyaman duduk di pangkuan, terpaksa ambil tiga tempat duduk. Hmm baru terasa nyaman.

Bus berjalan, sampai di tengah jalan berhentilah bus itu. Meskipun tempat duduk tak tersedia, bus tetap menaikkan penumpang. Biasa bus menaikkan penumpang dan menyuruhnya berdiri di dalam.

Ada orang setengah baya naik, dan beberapa waktu kemudian seorang ibu sambil menggendong anaknya naik. Logika umumnya saya serahkan bangku itu pada perempuan tua atau yang menggendong anaknya. Namun lantas apa gunanya saya menyewa tiga kursi untuk kenyamanan di perjalanan ? Apakah naik bus ekonomi itu memang harus tidak nyaman.

Pada kondisi seperti itu rumit untuk bicara etika. Siapa yang tak punya etika ? apakah orang muda yang tak memberikan bangkunya ke yang tua, apakah yang tua terlalu memaksakan diri untuk naik bus yang penuh, apakah sopir yang mengijinkan orang naik bus yang sudah penuh.

Karena itu, saya lebih suka naik bus patas meskipun dengan biaya sedikit mahal. Paling tidak saya tidak dipusingkan dengan etika yang rumit itu.

2 komentar:

  1. Bingung juga, Cak. Nampaknya kian hari "etika" kian me-update statusnya. Saya pun satu selera sama Cak Edy. Patas bisa tidur dengan sedikit rasa aman dan nyaman. God bless you, Guys

    BalasHapus
  2. @cahndeso Nggih kang, Nyaman diperjanan ternyata mahal. Kadang disela berdiri masih ada pedagang asongan dan orang merokok di dalam. Ketika angkutan umum tak nyaman maka yang paling enak memang beli mobil sendiri, tapi ini yang akhirnya menjadi masalah pemerintah juga nantinya : kemacetan, hahaha.

    BalasHapus

Artikel mungkin sudah tidak up to date, karena perkembangan jaman. Lihat tanggal posting sebelum berkomentar. Komentar pada artikel yg usianya diatas satu tahun tidak kami tanggapi lagi. Terimakasih :)