Selasa, 01 Desember 2009

Obrolan Soal Kritik Mengkritik

Di era keterbukaan ini, kritik mengkritik adalah soal biasa. Nggak ada yg istimewa. Nggak ada anda dihukum karena melakukan kritik pada pejabat sepedas apapun. Nggak seperti era sebelumnya, sedikit anda ngomong nggak enak hati anda akan berhadapan dengan pengadilan.

Kemudian orang menjadi euphoria. Semakin menyakitkan semakin senang bahkan kemudian malah semakin tak beradab semakin mantab. Amal pernah menulis soal komentar-komentar di portal nasional detik.com yang kebanyakan isinya hujatan tak bermanfaat daripada sumbangan pemikiran.

Kemarin pak @tifsembiring memberikan #bingkisanutkfollower di Twitter, sebuah situs mikro blogging. Dengan difasilitasi beberapa orang dipilihlah 3 komentar terpedas. Mungkin maksud pak Tif bahwa beliau bukan anti kritik, sepedas apapun kritik dia terima. Tak jadi soal mengenai hal itu. Tapi yang menjadi soal, ketiga pemenang yang katanya dipilih oleh 15 orang dan mendapat Nokia N-75 itu adalah sekedar umpatan dan sumpah serapah. Menurutku kritik pedas bukanlah umpatan, sehingga saya menyayangkan jika pemenangnya justru umpatan yang nilai kritiknya tak berbobot. Ketiganya menurut saya memberi kata-kata tak sepantasnya kepada Tifatul seperti kata Anjing, Sinting, dan Joseph Goebbels.

Bukan persoalan yang dikritik Tifatul atau bukan, kepada siapapun tak layak kita berkata seperti itu. Saya sedih dan saya berikan kritik disana meskipun tak di approve sampai saat ini.

Bangsa ini bukan hanya butuh kemajuan Teknologi, Informasi, Prasarana dan Perdagangan, namun juga butuh nilai yang mengiringinya. Tanpa nilai bangsa ini akan menjadi bangsa benda yang tak punya rasa.

Agama mengajarkan, bicaralah yang baik atau diam. Dan falsafah adiluhung nenek moyang mengatakan, ajining diri dumunung saka ing lathi.

Teknologi Informasi dan berbagai aplikasi di dalamnya telah memudahkan kita untuk melakukan interaksi dan mengemukakan pendapat, namun sebaiknya semuanya tetap dalam bingkai nilai dan kepatutannya.

Posted via email from achedy's posterous

7 komentar:

  1. Aneh juga pak menteri.mungkin pesan air tuba dengan air susu itulah yang ingin disampaikaƱya. Tapi sayang konteksnya sudah melenceng dari konsekuensi sebelumya yaitu memberi penghargaan terpedas. Repot juga kalo menteri g bs bedakn hujatan dan kritikan

    BalasHapus
  2. #update
    Kritik saya di http://bunyi.wordpress.com/2009/11/30/bingkisanutkfollowers-sessi-2/ sudah di approve.

    BalasHapus
  3. Iya cak, soal menerima/memberi kritik yang membangun itu baik, tapi kita juga harus memperbaiki caranya. Maksud baik yang disampaikan dengan cara yang tidak tepat malah bisa jadi bumerang.

    :)

    BalasHapus
  4. @FAHMI. Terimakasih mas Fahmi betul sekali apa yang panjenengan sampaikan.

    BalasHapus
  5. Betul Mas..
    meng-kritik itu juga harus ada aturannya,
    bisa mengkritik, juga harus bisa memberikan solusi,
    itu namanya kritik yang membangun.

    BalasHapus
  6. "Well , the coach outlet view of coach handbags the passage is totally correct ,your details is really reasonable and you guy give us valuable informative post, I totally agree the standpoint of upstairs. I often surfing on this forum when I m free and I find there are so much good information we can learn in this forum!
    winter boots

    BalasHapus
  7. I loved your post and thought it was very concise and informative. Any investigation or blogging helpful hints for a newbie article writer such as myself?

    BalasHapus

Artikel mungkin sudah tidak up to date, karena perkembangan jaman. Lihat tanggal posting sebelum berkomentar. Komentar pada artikel yg usianya diatas satu tahun tidak kami tanggapi lagi. Terimakasih :)