Jumat, 24 Juli 2009

Program Ekonomi yg Tidak Tuntas

Kemarin saya mengunjungi seorang tetangga, seperti biasanya dia  berkeluh tentang kehidupannya dan selalu bertanya apakah ada peluang atau pekerjaan sampingan?

Dia bukan orang yg tdk mengenyam pendidikan. Dia adalah alumi sebuah STM jurusan kimia ternama. Saya tidak menemui masalah seperti ini pada satu dua orang, tapi banyak orang.

Diskusi berlanjut, kalau difikir-fikir selama ini program2 yg terkait dengan pengentasan kemiskinan dan pemberdayaan hanya sampai pada titik pemberian ketrampilan atau pemberian modal. Ada satu faktor yang sering tidak difikirkan, membuat skema pemasarannya atau menghubungkan dengan perusahaan atau eksportir yang bisa menindaklanjuti produk atau ketrampilan mereka. Ini yang lebih penting. Betapa banyak pelatihan dilakukan, modal diberikan tapi hanya berhenti disitu saja. Ibarat peperangan dia punya ilmunya, bisa perang tapi tak pernah bisa menggapai kemenangan.

Saya sangat berminat dengan masalah ini, jika rekan2 punya informasi dan pengalaman terkait masalah ini monggo di share disini.

2 komentar:

  1. Waktu baru lulus kuliah saya pernah ikut sebagai pendamping program pemberdayaan masyarakat desa dari Bappenas, seperti koperasi&home industri.
    Selama 1 bulan peserta diasramakan& diberi pelatihan dengan berbagai materi seperti wirausaha, motivasi, kedisiplinan, perbankan.
    Pemberi materi dari berbagai praktisi, perbankan, HIPMI, PT.

    Kemudian benar-benar diterjunkan ke masyarakat, awal-awalnya begitu semangat, dengan melakukan maping. Beberapa waktu kemudian banyak program-program yang ternyata sulit dijalankan, dan seperti nya dari pihak pemberi program & dana kurang care terhadap suksesnya program itu, seakan-akan yang penting jalan. Dan memang waktu itu banyak program pemerintah yang asal jalan, tanpa didukung baik secara moral dan teknik.

    Sebelum program itu selesai kontraknya, saya mengundurkan diri.

    BalasHapus
  2. iya, ini memang seperti mengulang-ulang kesalahan serupa.Kejeglong ke lubang yang sama, dari tahun ke tahun. Program-program pemerintah memang selalu begitu.Jika boleh membuat catatan,berikut catatan saya :
    1).Perlu reorientasi program pengentasan pengangguran secara menyeluruh, dari "project oriented" ke "out put oriented". Yang pertama,hanya menghajatkan proyek pelatihan yg penting selesai,yg kedua : yg penting out put pelatihan yakni lahirnya wirausahawan baru.Ini tentu memerlukan "kekuatan" utk bisa mempengaruhi pengambilan kebijakan.

    2).Pada tataran praksis, yg bisa kita lakukan adalah mendata potensi pasar yang ada,baru melangkah pada produksi (termasuk penyiapan diklat,dll)..Sedikit cerita, ada ikhwah dari kota Pati,datang ke Trenggalek mau bikin tepung cassava. Saya bilang,ndak usah bikin dulu.Cari pasar aja di Pati (disana ada Garuda Food,Dua Kelinci,dll).Sementara barang kita suplai dari Nggalek.Jika nanti sudah jalan, baru kita pikirkan bikin pabrik disana.
    Jadi, ide untuk data base pasar, sebenarnya amat relevan dengan kasus yang dipaparkan cak edy di atas.Jika kita punya dta tentang apa yang bisa menghasilkan duit,maka baru kt berpikir produksi..Memang harus dibalik ya..

    Tanpa menunggu pemerintah, saya kira ini bisa dibuat.Misalnya,apa yang bisa dijadikan duit di surabaya.Nanti poin apa saja yang bisa disuplai dari trenggalek. Atau kalo kasus anak STM tadi, kira-kira peluang usaha apa yang bisa dilakoni untuk tamatan STM.

    Begitu seterusnya.Jadi,sebelum belajar pada motivator bisnis,nampaknya kita perlu belajar Marketing.Dan ini tidak bisa dibalik.Datang dulu ke Hermawan Kartajaya, baru mampir ke Andre Wongso.Kira-kira begitu.Wallahu a`lam

    BalasHapus

Artikel mungkin sudah tidak up to date, karena perkembangan jaman. Lihat tanggal posting sebelum berkomentar. Komentar pada artikel yg usianya diatas satu tahun tidak kami tanggapi lagi. Terimakasih :)