Sabtu, 07 Januari 2006

Mengajarinya Untuk Hidup

Sebelum ke kantor tadi pagi, saya menyempatkan diri melihat acara Dorce Show di Trans TV. Ada yang menarik di acara itu, adalah tampilnya seorang pianis cilik, Kevin. Seperti diberitakan sebelumnya, dia telah memainkan 50 nomor musik dunia nonstop tanpa pedoman partitur di Auditorium Pusat Kebudayaan Prancis (CCF)Oktober lalu. Dan karena itu, dia mendapat sertifikat dari Museum Rekor Indonesia (Muri).

Ketika Dorce bertanya, apa alasannya belajar piano sejak dini. Mengapa tidak seperti anak-anak lain yang seusia ini bermain video game ? Dia bilang, dengan bermain piano, ada sesuatu yang dihasilkan. Saya tidak tahu, apakah itu sebuah jawaban hasil briefing, atau dari ketulusan hati anak sekecil itu. Yang jelas, jawabannya telah menarik perhatian saya. Bagaimana tidak menarik, karena dia asyik bermain sekaligus belajar untuk menyiapkan hidupnya. Hal ini mengingatkan saya pada developer Firefox yang masih usia belasan tahun, juga beberapa hacker yang masih berusia sepuluh tahunan. Atau Faiz yang sangat berbakat menulis dan membuat puisi. Mereka asyik dengan permainannya, dan tanpa sadar mereka telah menyiapkan hari depannya.


Anak-anak terkadang mempunyai kemampuan yang luar biasa pada usia-usia Sekolah Dasar, yang jika kita bisa mengarahkannya dengan benar, maka ia akan bisa menyiapkan dirinya dengan lebih baik melalui permainan, bakat dan hobynya.


Mungkin anda bilang saya materialis dengan mengarahkan anak untuk memperiapkan diri mencari uang. Namun faktanya, sikap kita yang malu-malu kucing telah membuat sebagian orang di negeri ini menjadi orang yang tidak pernah belajar bagaimana hidup. Bahkan sampai lulus kuliahpun, tidak sedikit yang menganggur tanpa tahu harus bagaimana ? Juga alasan, mengapa belum nikah ? Dan rata-rata karena materi juga kan ?


Saat saya semester 6, ada kegalauan dalam hati saya. Apakah kira-kira setelah lulus saya bakal bekerja ? Apalagi kalau mengandalkan kemampuan sebagai seorang sarjana yang tidak punya pengalaman real dengan IP yang pas-pasan. Tidak ada yang bisa dilakukan kecuali menunggu nasib baik datang. Akhirnya ketika orang tua memberikan pilihan motor atau komputer, saya memilih komputer. Saya berfikir, mungkin dengan komputer saya bisa belajar banyak hal sebagai rencana alternatif. Jika saya ternyata tidak mempunyai kesempatan menjadi Enginer mungkin saya masih bisa hidup dengan kemampuan alternatif saya itu. Dan Alhamdulillah, pilihan saya saat itu tidak terlalu salah, meskipun alternatif lain yang saya kembangkan, menulis, belum menampakkan hasilnya.


Saat ini saya sedang mencari model pendidikan anak yang lebih baik. Pendidikan anak yang sering saya jumpai lebih menekankan kepada aqlak dan permainan. Jarang yang menyinggung ke arah pengembangan potensi. Anda tahu ?

6 komentar:

  1. Aku cuma lihat yg bagian drummernya. keren euy!

    Pada umumnya mereka ini sejak kecil memang sudah diarahkan orang tuanya sesuai dengna minat dan bakatnya. tidak sekedar diikutkan kursus atau dititipkan baby sitter.

    Dan coba perhatikan, biasanya mereka sangat dekat dengan ortunya.

    BalasHapus
  2. Sebagai anak..
    (cieee...)

    hubungan harmonis ortu anak adalah kuncinya.. :)

    BalasHapus
  3. sepakat dengan sampeyan kang ...
    kalo kita perhatikan para atlet kelas dunia, umurnya rata2 masih muda, valentino rossi 26-an thn, wayne rooney 20-an thn, ronaldinho 26-an thn, dll ...
    tentunya dari kecil bakat mereka sudah diasah, bukan ujug2 langsung tenar seperti sekarang ini.

    BalasHapus
  4. Saya tmsk yg sangat setuju..bila sejak dini anak kita kenalkan ttg arti pentingnya uang. Klo perlu...arahkan anak berjualan kecil2an..atau berprestasi agar dapat beasiswa di sekolahnya. Ini bukan krn ortunya matre pak. Tp demi si anak sendiri. Prihatin deh klo liat anak skrg..minta ini minta itu ke ortunya tanpa mau tau kesulitan ortunya mencari uang :(

    BalasHapus
  5. Setuju pak, tapi jangan lantas kita memaksa anak kita untuk menjadi yang terbaik, jangan seperti gatotkaca yang setelah dilahirkan, langsung dimasukkan kawah candradimuka agar bisa menjadi ksatria linuwih, tanpa sempat merasakan hangatnya cinta seorang ibu. Belajar hidup memang perlu tapi kita juga mesti ingat mereka masih anak yang butuh bermain, berteman, kasih sayang.

    BalasHapus
  6. Pak kapan nikah ?

    He he he udah nikah ya ?

    Dulu waktu nikah juga pakai uang ya ?

    --- just kidding --- :D

    Ngomong2 nanti jundinya apa juga di kasih mainan smarty :)

    BalasHapus

Artikel mungkin sudah tidak up to date, karena perkembangan jaman. Lihat tanggal posting sebelum berkomentar. Komentar pada artikel yg usianya diatas satu tahun tidak kami tanggapi lagi. Terimakasih :)