Kamis, 12 Januari 2006

Budaya Kekerasan Yang Tidak Perlu Dibudayakan

Sekali lagi, pagi ini kita mendapat sebuah tontonan yang mengerikan lagi di negeri ini. Kerusuhan. Menyaksikan liputan dari RCTI, membuat saya cukup miris. Protes atas kenaikan tarif listrik dan pemadaman yang sering terjadi oleh Koperasi Rekanan PLN di Lombok Timur berakhir dengan pengrusakan. Sambil membawa pentung mereka merusak mobil, memecah kaca-kaca, mengeluarkan inventaris kantor dan membakarnya. Meledakkan emosi dengan merusak mungkin membuatnya puassssssss....

Saya tidak anti protes, tetapi melakukan protes dengan kekerasan dan merusak tidak bisa dibenarkan dengan alasan apapun, walaupun tuntutannya mungkin benar. Jika penyelesaian masalah selalu dilakukan dengan kekerasan, maka hukum dan negara sudah tidak efektif lagi. Kita akan kembali ke jaman batu dengan konstitusi hukum rimba.


Polisi Tidak Berdaya


Apa yang dilakukan polisi melihat amuk masa ? Biasanya dengan alasan tertentu mereka hanya melihatnya saja, menunggu sampai amarahnya mereda, dan memberinya pengarahan. Posisi polisi pada keadaan seperti ini memang cukup sulit. Jika dia membiarkannya, terkesan melepaskan tanggung jawab, akan tetapi dia turun tangan dan ada warga yang terluka apalagi tertembak, dia yang disalahkan, diturunkan jabatannya, atau bahkan dipecat. Sebenarnya jika tidak bisa diselesaikan dengan cara yang lebih baik, saya setuju sikap keras untuk menghadapi para perusak.


Kebal Hukum


Mengamuk dengan mengatasnamakan masa bisa digunakan untuk menghindar dari tuntutan pengadilan. Dan biasanya massa perusak dengan dalih "massa" tidak akan diadili. Dengan demikian pelaku amuk masa tidak akan takut ditahan, apalagi masuk bui.


Koordinator Yang Lepas tanggung Jawab


Wawancara tadi pagi, juga kalau anda mengamati wawancara dengan setiap korlap aksi, selalu saja mereka melepaskan diri dari tanggung jawab. Kira-kira jawabannya selalu seperti ini, "Sebenarnya kami tidak ingin terjadi pengrusakan seperti ini, tapi kami tidak mampu membendung kehendak masa".


Kalau menurut saya, pemimpin aksi dan korlaplah yang harus bertanggung jawab, karena dialah sebuah aksi berjalan. Kekerasan timbul karena pada hakekatnya pada aksi massa seperti itu memang rentan kekerasan ( kecuali pada komunitas-komunitas seperti PKS, HTI, yang memang telah dididik untuk aksi massa damai ). Nonton konser aja berkelahi, apalagi ini aksi massa dengan kekecewaan di dalamnya. Karena itu, jika tidak yakin akan massa yang dibawanya bisa bertindak sopan, lebih baik tidak memimpin aksi jika tidak ingin bertanggung jawab.


Hentikan Aksi Massa Anarkhis Sekarang Juga


Untuk mengadakan aksi koordinator aksi harus yakin tidak terjadi anarkhis, karena jika terjadi akan sangat merusak citra mereka sendiri, meskipun tuntutannya mungkin benar. Bagi tokoh masyarakat, polisi, aparat hukum dan pemerintah, tugas anda adalah mencari formula yang baik agar tidak ada aksi massa yang anarkhis. Formula itu tentu saja bisa dibuat, karena pada dasarnya aksi-aksi kekerasan seperti ini baru muncul lima tahun belakangan ini saja kan ?


Sedangkan tugas saya yang hanya seorang warganegara biasa ini adalah dengan tidak melakukan aksi anarkhis. Cukup bukan ?

2 komentar:

  1. Termasuk FPI?

    Nantikan kehadirannya.. bulan Maret 2005..
    Pas Playboy resmi beredar...

    BalasHapus
  2. Maret 2006 maksudya....

    BalasHapus

Artikel mungkin sudah tidak up to date, karena perkembangan jaman. Lihat tanggal posting sebelum berkomentar. Komentar pada artikel yg usianya diatas satu tahun tidak kami tanggapi lagi. Terimakasih :)