Tahun lalu, saya diminta untuk membantu panitia training Service Excellent. Namanya pembantu, maka saya lebih leluasa memanfaatkan pelatihan itu, untuk menambah wawasan.
Jum'at pagi, setelah selesai sarapan, sudah berderet mobil yang siap mengantar kami. Memang, pagi ini rencananya akan ada study ke beberapa perusahaan untuk mengamati tentang pelayanan mereka kepada pelanggan. Saya diminta untuk mendampingi kelompok tiga menuju Matahari Departement Store Pakuwon.
Sengaja kami datang sebelum Matahari buka, dan kami berharap bisa melihat Matahari sejak persiapan, sampai saat toko dibuka. Kami ditemui oleh seorang manajer, yang selanjutnya akan menemani kami berkeliling dan berdiskusi tentang Matahari. Orangnya masih muda, dengan pakaian rapi dan necis. Dari facenya, terlihat seorang yang percaya diri.
Kami berjalan-jalan menyelusuri lorong-lorong yang terbentuk oleh barang dagangan. Sambil kami mengamati suasana, sesekali ia bercerita.
Memang, kami merasakan suasana lain di sini. Barang yang tertata rapih, para penjual dan kasir yang ramah, serta suasana yang sangat bersih dan sejuk. Beberapa iklan dan lukisan tertempel disana sini, tapi tidak mengurangi keindahan ruangan. Justru menurut saya, menjadikannya semakin indah. Dia mulai bercerita, bahwa disini dia menerapkan prinsip ABC. AC, Bright, dan Clean. Sekarang ini, lanjutnya, persaingan produk itu sangat ketat. Toko pakaian dimana-mana ada dengan harga yang kompetitif. Kalau tidak kreatif mencari sisi lain dari menjual pakaian, maka jangan harap usaha akan bisa terus berjalan.
Benar, ternyata ia memiliki sebuah kata kunci untuk sisi lain itu, yaitu pelayanan, service. Dia melanjutkan, kami disini hakekatnya tidak menjual pakaian. Kalau mencari pakaian seperti ini saja, orang bisa ke tempat lain yang lebih murah. Tapi, disini kami menjual service.
Kami seakan baru tersadar kata-katanya. Service, service, service.
Lantas saya teringat saat istri saya mau melahirkan. Ditengah istri yang kesakitan, dan saya yang kebingungan, kebanyakan para perawat bersikap ketus dan cuek. Ya memang seperti itu, katanya dengan tidak ramah. Padahal istri saya kesakitan seharian penuh. Sang dokter yang nomor HP nya bertengger di HP saya, tidak pernah sekalipun bisa dihubungi hanya untuk mendengar sepatah dua patah kata untuk menenangkan hati kami. Padahal, sebagai Rumah Sakit Swasta, semestinya ia melayani pasien dengan baik agar kami kembali kesana jika melahirkan anak kedua. Dan agar kami selalu berkata kepada rekan kami, pergilah ke rumah sakit PR, enak kok pelayanannya.
Bandingkan dengan di Singapura, seperti cerita AAGym. Saat berkunjung ke Singapura, ia berkesempatan pergi ke RS Elisabeth. Katanya, hampir 80% pasien yang ada di sana berasal dari Indonesia. Selain memang lebih lengkap, yang terpenting kata AAgym, adalah pelayananya. Sampai-sampai AA Tidak merasa di sebuah rumah sakit, tetapi seperti di hotel saja.
Beberapa perusahaan swasta di Indonesia sangat menyadari masalah pelayanan ini. Saat saya membuka rekening di Bank Mandiri, saya mendapatkan kesan yang mendalam. Selain petugasnya sangat ramah, disana disediakan koin untuk diisikan di sebuah timbangan. Jika puas, isikan di sebelah kanan, dan jika tidak, isikan di sebelah kiri. Dan jika pelayanan lebih baik, maka timbngan akan "njomplang" ke kanan.
Berbeda dengan kebanyakan institusi pemerintah. Saya merasa sangat berbeda suasananya. Sewaktu saya mengurus surat pindah nikah, saya harus menunggu selama tiga hari. Dan saat saya mencari SIM, gara-gara saya tidak lewat calo, saya antre jam 8, tapi dapatnya SIM jam 12.30. Ya, mungkin karena di institusi pemerintah tidak ada saingannya, dan mau tidak mau publik harus berurusan dengannya. Yang paling parah adalah, jarang saya temukan kotak aduan untuk layanan publik.
Nah, sekarang bagaimana dengan kita ?
Achedy.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Artikel mungkin sudah tidak up to date, karena perkembangan jaman. Lihat tanggal posting sebelum berkomentar. Komentar pada artikel yg usianya diatas satu tahun tidak kami tanggapi lagi. Terimakasih :)