Rabu, 19 Juni 2002

Yang Penting, Bumbuilah Dengan Kasih Sayang

Dalam sebuah seminar tentang anak, dipanellah antara dua orang, yang satu seorang psikolog dan satunya lagi seorang ustadz. Menarik sekali seminar itu, karena berbicara mengenai bagaimana mensikapi seorang anak.

Pakar Psikologi itu, dengan berbagai literaturnya mengatakan, bahwa dalam psikologi modern, jangan berkata “jangan” kepada anak, pakailah kata-kata lain diluar kata larangan, misalnya dengan mendiskusikan persoalan itu, sehingga ia akan tersadar. Mungkin dalam wacana psikologi – yang psikolog boleh protes nih – penggunaan kata jangan dapat “membuat seseorang menjadi kecewa” , dan akhirnya menolak saran kita, sehingga penggunaan kata “jangan” seharusnya menjadi hal yang dihindari pemakaiannya.

Tapi lain dalam pandangan seorang ustadz, penggunaan kata jangan boleh-boleh saja. Paling tidak karena penggunaan kata jangan cukup efektif untuk mengatakan hal yang terlarang. Sebuah nilai akan menjadi lebih jelas dengan kata “jangan”. Hanya saja penggunaannya harus dilandasi dengan kasih sayang yang tulus, yang ia melarang bukan karena benci, akan tetapi karena kasih sayang. Dalam Islam melarang karena kebencian tentu dilarang, tapi melarang karena kasih sayang merupakan salah satu sarana untuk mencegah keburukan.

Ingatkah antum pada pak Luqman, yang di dalam AlQur’an digambarkan sebagai seorang pendidik. Ayat-ayat itu seringkali pula dibacakan saat-saat ada keluarga yang melahirkan, mungkin untuk mengingatkan akan tanggung jawab orang pada pendidikan anak-anaknya. Luqmanul Hakim, yang disimbulkan sebagai seorang pendidik oleh AlQur’an pernah berkata kepada anaknya, Yaa bunayya laa tusrik billah, wahai anakku, janganlah mensekutukan Allah. Inna syirka, la dzulmun ‘adziim, sesungguhnya mensekutukan Allah itu adalah kezaliman yang besar. Ada beberapa hal yang dapat kita ambil pelajaran darinya. Pertama, sebelum melarang beliau mengatakan, yaa bunayya, wahai anakku….., sebuah ungkapan yang penuh dengan nuansa kasih sayang bukan. Setelah memberikan larangan beliau mengemukakan alasan, mengapa melarang mensekutukan Allah, adalah karena mensekutukan Allah adalah sebuah kezaliman yang besar.

Memang, alangkah indahnya jika ketika kita melarang, ketika kita menghukum, adalah untuk memberinya nasehat, bukan karena sentimentil dan emosi yang berlebihan. Intinya sebenarnya adalah kasih sayang, karena sebenarnya apapun yang kita lakukan, yang akan sampai kepada orang lain adalah suasana hati kita, bukan sekedar caranya. Orang barat berkata tentang bagaimana caranya, tidak berbicara tentang bagaimana membangun suasana hati.

Masih ingatkah, tentang cerita ketika Ali ra berperang, yang ketika akan membunuh musuhnya tiba-tiba musuh meludahinya. Ali pun membatalkan niatnya, karena ia tak ingin membunuh musuh karena emosi.

Begitulah, kedepankan kasih sayang, niat yang baik, ketika akan berbuat sesuatu. Karena itulah yang terpenting dalam hidupmu. Ketika dirimu ingin mengkritik, melarang, menghukum, landasilah ia dengan belas kasih agar sampai tujuanmu yang sebenarnya, agar ia merasakan makna hukuman, kritikan dan larangan yang kita berikan. Maka ketika kita dalam keadaan emosi, tunda sajalah keinginanmu untuk mengkritik, melarang, menghukum, sampai gelora amarah yang ada dalam dadamu mereda.

Mengapa banyak kritikan saat ini yang tak bermanfaat sama sekali, mengapa kebebasan mengkritik ini semakin menjadikan bangsa kita jauh dari kemakmuran dan keadilan, adalah karena orang mengkritik bukan karena menyelamatkan, tetapi karena ingin menghancurkan. Karenanya mulailah dari diri kita, dan yang penting, bumbuilah dengan kasih sayang.

Wallahu a’lam
Trenggalek, 17 Juni 2002, habis subuh
[email protected]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Artikel mungkin sudah tidak up to date, karena perkembangan jaman. Lihat tanggal posting sebelum berkomentar. Komentar pada artikel yg usianya diatas satu tahun tidak kami tanggapi lagi. Terimakasih :)