Minggu, 25 November 2001

Ternyata berharga juga

Saat lalu, saya mempunyai sebuah sepeda yang dibeli dari seorang rekan saya yang sudah tidak ingin bersepeda. Harganya hanya murah saja, 70.000 rupiah waktu itu. Lumayan masih cukup bagus untuk kuliah daripada kesana-kemari jalan kaki terus.

Tapi meski demikian saya selalu mengatakan bahwa sepeda saya ini sepeda jelek, bahkan ketika kuncinya rusak, sayapun tak segera memperbaikinya. Kalau rekan saya berkomentar selalu saja saya katakan, “ Sepeda jelek saja, siapa sih yang mau ngambil, kalau ada yang mau ngambil mbok ya sudah.” Seakan saya tak pernah menghargai apa yang dilakukan sepeda saya itu, yang sebenarnya seringkali mengantar saya kuliah, cari makan, bahkan mengantarkan saya mengikuti pengajian-pengajian. Saya tak pernah mengelapnya, bahkan tak pernah memberinya pelumas. Pokoknya dapat jalan ya sudah.

Tetapi beberapa saat yang lalu ketika adik saya menaruhnya di depan masjid tanpa di kunci, sepeda saya betul betul pergi dan tak kembali. Pertama-tama sih ikhlash-iklash saja, nggak ada perasaan menyesal. Tapi ketika kemana-mana harus jalan kaki, yang menyebabkan jadi malas pergi kesana-kemari, jadi nggak bisa ikut Daurah Ramadhan kali ini, menjadikan saya menyesal, kenapa kok dulu nggak berhati-hati. Sesuatu yang saya anggap tidak berharga ternyata setelah hilang jadi terasa berharga.

Ibu saya, dahulu sedih sekali ketika kami meninggalkannya untuk kuliah. Ketika saya dan adik saya pergi kuliah di Surabaya, maka kata beliau, “Kalau dirumah sering saya marahi, tapi kalau nggak ada kok ya kangen juga.” Akhirnya kami hanya bisa menyeletukkan semboyan kami, “Ya begitulah, biar jelek asal ngangeni :]”

Kadangkala memang begitu, teman kita yang kita anggap nyebeli, ndableg, tapi terkadang ketiadaannya membuat kita kehilangan bahkan terkadang menangis segala. Padahal kan mestinya kita bersyukur sudah berkurang jumlah orang ndableg di sekeliling kita. Kadangkala kita menilai teman kita pemalas, tapi rasanya kok kalau nggak ada dia, adaaa saja pekerjaan yang nggak terselesaikan. Atau barangkali dengan adek kita, kalau ketemu berantem melulu, selalu berbeda pendapat, tapi kalau nggak ada kok jadi sepi.

Bisa jadi itu juga yang menyebabkan kenapa kalau ada keluarga yang bertengkar kok ada tahap yang namanya pisah rumah segala, mungkin agar masing-masing berfikir, kalau nggak ada teman berantem kok ya sepi ya, wah gimana kalau begini selamanya, ah tidaaaaaaaaaaaaak. Barangkali begitu hikmahnya.

Begitulah barangkali kita jangan menganggap sesuatu yang ada dalam kita menjadi tidak berharga hanya karena ada hal lain di luar yang kelihatannya lebih baek. Padahal sesuatu yang diluar itu bukan milik kita, bukan teman kita, dan ngak ada kaitannya dengan kita. Tapi barangkali bersyukurlah dengan yang kita punyai, karena barangkali sesuatu itu menjadi tidak berguna dan remeh, bukan karena memang benar-benar tidak berguna, akan tetapi hanya karena selama ini kita kurang menyadarinya. Karenanya sekarang sadarilah, tentu akhirnya, antum akan mengakuinya,” Ah sebenarnya baik juga yah; ah, sebenarnya kreatif juga yah; ah, sebenarnya dia perhatian juga yah; ah, sebenarnya barang jelek ini berguna juga yah.

Wallahu a’lam
Edy Santoso

[email protected]
http://masjidits.cjb.net

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Artikel mungkin sudah tidak up to date, karena perkembangan jaman. Lihat tanggal posting sebelum berkomentar. Komentar pada artikel yg usianya diatas satu tahun tidak kami tanggapi lagi. Terimakasih :)