Akhir-akhir ini saya mengamati bahwa taklim semakin sepi. Walaupun beberapa inovasi dilakukan, tetap saja tingkat kehadirannya sangat kecil. Sebagian besar peserta tidak lagi menganggap taklim menjadi hal spesial.
Jaman sudah berumah. Tahun 80-90 dimana informasi begitu terbatas. Hanya searah lewat radio dan televisi dalam frekwensi yang terbatas. Sekarang orang dibanjiri informasi. Bahkan bisa memilih konten apaun, kapanpun, dan dimanapun.
Internet dengan berbagai kontennya terutama Youtube sudah berada pada puncak produksi konten. Berhadapan dengan itu sama artinya menghadapkan ustadz ndeso denagn ustadz nasional sehingga konten yang dibawakan Ustadz ndeso menjadi tidak relevan.
Stadard jamaah menjadi lebih tinggi. Lebih asik lihat ustadz nasional di youtube daripada bersusah payah menghadiri taklim offline yang dibawakan ustadz ndeso.
Sama dengan saat ini. Kita dulu waktu kecil menganggap ayam goreng, roti, adalah makanan yang sangat enak, Sekarang? biasa aja. Seringnya kita makan makanan yang seperti itu, membuat makanan yang dulu kita anggap istimewa menjadi sudah tidak istimewa lagi.
Sama dengan saat ini. Kita dulu waktu kecil menganggap ayam goreng, roti, adalah makanan yang sangat enak, Sekarang? biasa aja. Seringnya kita makan makanan yang seperti itu, membuat makanan yang dulu kita anggap istimewa menjadi sudah tidak istimewa lagi.
Pengelolaan taklim yang lebih dalam mungkin bisa menyelamatkan itu semua. Taklim berbasis task force, misalnya taklim yang difokuskan mengurus lembaga pendidikan, koperasi dan lainnya. Bukan semata-mata menyampaiakn materi pengajian.
Jaman sudah berubah.
Jaman sudah berubah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Artikel mungkin sudah tidak up to date, karena perkembangan jaman. Lihat tanggal posting sebelum berkomentar. Komentar pada artikel yg usianya diatas satu tahun tidak kami tanggapi lagi. Terimakasih :)