Sabtu, 27 Desember 2014

Keystone

Menarik tulisan Adhika Dirgantara tentang Keystone Habit, sebuah perilaku yang mendorong perilaku-perilaku positif lainnya. Diceritakan Lisa Allen, seorang dg kebiasaan buruk dan problematika hidup rumit bisa keluar dari masalahnya dan menjadi sosok lain dengan aura positif dan bekerja di sebuah firma design. Silahkan anda baca sendiri narasinya disini.

Saya mempunyai cerita lain soal Keystone Habit ini, yang mudah-mudahan bisa melengkapi apa yang telah ditulis kawan Adhika Dirgantara. Kalau kawan Adhika berbicara soal personal, saya soal lembaga.

Saya pernah mengajak kawan-kawan studi banding ke SDIT Al Uswah Surabaya. SDIT di Timur Surabaya yang terkenal menghasilkan anak didik dengan karakter terpuji dan kemampuan akademik mumpuni. Sholatnya tertib tanpa di perintah, hafalannya melebihi apa yang sering dicapai anak-anak pesantren, dan prestasi belajarnya tak lepas dari 10 besar di kota Surabaya, disamping prestasi-prestasi lainnya.

Dulu sewaktu anak saya kelas satu, saya sering ikut sholat dhuhur bersama mereka, karena jam pulang anak saya bertepatan dengan sholat dhuhur. Mereka wudhu dengan baik, menunggu sholat dengan membaca AlQuran, dan sholat dengan tertib. Cukup mencengangkan ketika itu semua dilakukan anak-anak usia SD.

Di rumah, laporan para orang tua mengatakan bahwa anak-anak mereka baik aklak dan ibadahnya, hormat pada orang tua, sesuatu yang mungkin agak mahal hari ini.

Kami semua tergoda untuk mencari tahu, apa resep yang digunakan? Di Mushola yang tak terlalu besar, kepala sekolahnya waktu itu, Pak Idris, menjelaskan.

Dulu kami memahami anak didik harus diberi berbagai kompetensi juara. Syumuliyatul Islam diterjemahkan bahwa anak harus dijejali berbagai materi A sampai Z. Hasilnya, tidak seperti yang diharapkan, anak tertatih-tatih keberatan beban. Jauh angan dengan realitas.

Kegagalan  tak membuat mereka patah arang, Mereka berfikir hal apa yang bisa dijadikan pemicu agar anak didik mempunyai kemampuan juara. Anak tak perlu dipaksa mempelajari semuanya, cukup ditekankan pada pemicunya. Pemicu itu diharapkan bisa mendorong prestasi lain, seperti ketika neutron ditabrakkan pada atom uranium dalam reaksi Nuklir dan atom uranium itu melepaskan neutron yang akan menabrak atom-atom lain. Pemicu itu, yang dalam istilah Adhika dikatakan keystone.

Suatu hari salah seorang diantara mereka melompat kegirangan, seperti Archimedes saat menemukan masa jenis emas, dan melompat dari bak mandi sambil berteriak eureka, eureka. Saya sudah menemukan keystonenya. Keystone itu, Shalat dan AlQuran.

Bukankah kata Allah, sholat bisa mencegah dari keji dan munkar? Bukankah dengan demikian pembinaan aklak sudah ketemu solusinya.

Bukankah AlQuran itu adalah sumber ilmu? Dan dengan  memperbagus AlQuran maka ilmu-ilmu lain akan lebih mudah dikuasai.

Keystone Sholat dan Quran inilah yang akhirnya digunakan di sekolah itu. Kelak terbukti bahwa keystone itu membuat para orang tua berlomba menyekolahkan anaknya disana.

Carilah keystonemu, untuk sesuatu yang lebih baik :)

4 komentar:

  1. i believe that workout is my keystone habit, what's urs?

    BalasHapus
    Balasan
    1. I think a cup of coffee in the morning wehehehe...

      Hapus
    2. keystone habits itu habit yang nurturing (mendorong) lahirnya habit2 baru cak. minum kopi di pagi hari bisa masuk jadi keystone, kalau dari kopinya ente tanam, goreng n gridn sendiri kali ya...hehehe

      Hapus
    3. Sebenernya yang ane merasa sbg keystone itu adalah 2 rakaat sebelum subuh. kalau sudah dapat itu saya merasa menang. Tapi sayange sering kelewat hehe...

      Hapus

Artikel mungkin sudah tidak up to date, karena perkembangan jaman. Lihat tanggal posting sebelum berkomentar. Komentar pada artikel yg usianya diatas satu tahun tidak kami tanggapi lagi. Terimakasih :)