Jumat, 26 Desember 2014

Islami itu Bukan Sekedar Label

Saya adalah orang yang menyukai hal-hal baru. Bahkan kalau diceritakan mengapa saya tertarik dengan Islam adalah karena kegemaran saya itu. Saya memang seorang muslim sejak kecil, namun begitu tertarik dengan konsep Islam setelah SMA.

Sebelum itu, saya melihat Islam hanya  sebuah ritual saja, tanpa value. Mengerjakan sesuatu tanpa tahu makna dan hakekatnya. Syariat tanpa landasan keimanan. Keimanan dipandang sebagai kepercayaan kepada Allah dan sifat-sifatnya yang lebih mengarah ke teologis. Kita hafal namun tidak mengetahui kaitannya dengan apa yang kita lakukan sehari-hari. Bagaimana rentetannya sehingga keimanan bisa disebut sebagai landasan kehidupan.

Mulai SMA itu dengan buimbingan seorang ustadz saya mulai mempelajari Islam yang tidak ritual saja, Islam yang lebih universal, syumul. Ketertarikan saya tentang Islam diluar yang saya pahami selama itu membuat sejak SMA sampai kuliah, saya kunjungi majelis-majelis ilmu dan saya baca ratusan buku. Kalau malam liburan saya bertapa di perpustakaan Masjid Manarul Ilmi, karena kebetulan saya punya akses untuk masuk perpustakaan kapanpun saya mau.

Dari banyak interaksi saya itu, saya berkesimpulan bahwa perkembangan ilmu-ilmu Aqidah dan Fiqih berjalan dalam tradisi ilmiah. Meskipun dalam perjalanannya ada banyak perbedaan namun itu semua ada sandarannya secara ilmiah. Ilmu Aqidah dan Fiqih memang harus bersandar kepada studi kepada Al Quran dan Hadits secara langsung.

Dalam bidang yang terkait dengan kehidupan manusia secara umum seperti berkeluarga, mendidik anak, lifestyle, pendidikan, kesehatan, teknologi, keuangan, saya menjumpai pemandangan lain. Saya sering menjumpai kebanyakan hanya pendapat pembicara/penulis buku yang kebanyakan tidak ahli dalam bidang itu. Endingnya, dalil sering diartikan sebatas pengetahuan dan pengalamannya saja, yang kebanyakan pas-pasan.

Saya memahami bahwa ketika kita berbicara tentang Aqidah, Fiqih, dan persoalan yang terkait dengan ubudiyah, maka ustadz adalah ahlinya, namun ketika berbicara tentang keluarga, pendidikan anak, politik, ekonomi dan life, ya mohon maaf banyak ustadz yang tidak menguasai topik tersebut. Banyak yang sekedar mencari ayat yang bersesuaian dengan topik itu, dan dikembangkan sebatas pikirannya dengan contoh-contoh lama yang sering tidak relevan dengan konteks kekinian. Ustadz bukan orang yang mengerti segalanya bro.

Demikian juga dengan buku, saya pernah membaca buku tentang pendidikan anak dalam islam yang dikarang tokoh pergerakan yang sangat populer waktu itu. Saya baca sebagian dan tidak saya lanjutkan. Mengapa? Meskipun banyak dalil yang diberikan, namun saya ragu apakah benar bahwa ini adalah cara orang tua menddik anak secara islami? Apa ini bukan cara dia saja, yang cara pandangnya dipengaruhi lingkungan konflik pergerakan? Saya tidak terlalu silau dengan label, wong Islam Liberal saja kalau berpendapat juga pakai dalil kok hehe.

Ending dari cerita ini, saya hanya ingin mengatakan, bahwa dalam topik yang tak terkait dengan ubudiyah silahkan anda menyerap ilmu darimana saja, dari barat dan timur. Karena ilmu itu berkembang, ada banyak riset dan teknik-teknik baru.

Terus dimana posisi Islam Cak?, Saya ingat pada kata almarhum ustadz saya. Dalam soal ibadah, semuanya tidak boleh kecuali yang diperintah dan dicontohkan nabi. Dalam soal muamalah semuanya boleh asal tidak ada larangan.

Jadi kalau di rak saya banyak buku motivasi, psikologi, pendidikan, manajemen yang banyak ditulis akademisi yang sebagiannya bukan muslim, ya jangan heran. Karena itulah definisi Islami menurut saya, bukan sekedar label.

2 komentar:

  1. ono angin opo iki tibo2 nulis ngene...tapi pikiranmu yo cocok karo aku cak.

    dalam banyak hal, ilmuwan barat yg kebanyakan non muslim, tingkat curiositynya jauh di atas rata2, jadi banyak bertanya dan meneliti mengenai berbagai hal dan kemudian menjadi buku yg ditulis berdasarkan riset dan studi kasus yang mendalam, namun tetap dalam bahasa story telling yang membuatnya jadi best seller.

    saat ini saya lagi baca buku willpower karangan baumeister, social psychologist, mengungkapkan secara mendalam mengenai self control; satu hal yang diyakini berperan signifikan dalam kesuksesan manusia menjalani kehidupan. #mustread

    BalasHapus
  2. Orang barat gak punya sumber inspirasi, sehingga mereka rajin menggali. Sedangkan kita punya banyak sumber inspirasi tapi gak pernah kita kembangin dg riset, yg ada membuat tafsir sesuai dg pikiran sendiri (bukan research based). Sudah begitu disosialisasikan dg bahasa dan cara seadanya dengan harapan bisa terlaksana dg efisiensi 100%. Ya ngimpi bro :)

    Mungkin ente juga sering ketemu kok bisa ya ketika membaca buku2 barat ini kita lalu mengatakan,"lah ini di islam kan konsep istiqamah dlm beramal","Eh, ini kan konsep ttg hidup sederhana", "Eh, ini kan konsep bahwa setiap manusia punya kelebihan masing2". Semua itu di tulis orang barat dalam myltiple intelegence, Tiny Habits, Diet dll.

    Kok bisa hasil research ketemu dg inspirasi Islam. Ya karena Allah paham apa yang terbaik dg manusia, sehingga kalau digali secara jujur pasti akan ketemu. Itulah mestinya tafsir muamalah itu adalah tafsir yang didasarkan pada research, pasti akan ketemu.

    Sayang kebanyakan dari kita kurang bisa berfikir secara terbuka. kadung menyimpulkan bahwa semua yang dari barat itu buruk dan semua konsep yg ditulis org timur itu baik.

    BTW, Soal buku tak tunggu sinopsinya hehehe....

    BalasHapus

Artikel mungkin sudah tidak up to date, karena perkembangan jaman. Lihat tanggal posting sebelum berkomentar. Komentar pada artikel yg usianya diatas satu tahun tidak kami tanggapi lagi. Terimakasih :)