Minggu, 04 September 2011

Sketsa Ramadhan

Ini sudah bukan bulan Ramadhan, namun saya mempunyai cerita yang amat membekas.

Saat itu tanggal 29 Ramadhan, di siang terik, saya mengantarkan adik saya membeli sebuah baju batik dan celana di pusat kota Trenggalek. Saya yang hanya mengantar, menunggunya di depan toko, sambil mengamati lalu lalang orang dg berbagai keperluan. Namun mata saya berhenti pada seorang wanita muda dengan seorang anak berusia 2,5 tahun di gendongannya. Wanita itu, berbaju lusuh, meminta belas kasihan pengunjung toko baju yang lalu lalang.

Yang pertama memberi uang kepada peminta-minta itu adalah tukang parkir. Tidak besar, tapi saya salut, karena dia menyisihkan penghasilannya yang tak besar untuk berbagi dengan orang lain. Beberapa orang pengunjung juga memberi uang receh sisa kembalian.

Saya yang merasa iba membuka dompet, beberapa pecahan 50 ribu dan sebuah pecahan 20 ribu, saya menahannya. Ada rasa sayang di hati saya untuk mengeluarkannya.

Saya terus mengamatinya. Tiba-tiba seseorang keluar dari toko dan dengan cepat memberikan selembar uang 50 ribu, kemudian secepat kilat masuk ke toko kembali. Saking cepatnya bahkan peminta-minta itu tak sempat mengucapkan terimakasih.

Peminta minta itu bahagia, wajahnya terharu, air matanya hampir keluar, meskipun dia berusaha menahannya. Baginya ini hal besar yang tak biasa. Lalu di pelataran toko itu, dia menyungkurkan tubuhnya ke tanah untuk bersujud syukur. Tak ada yang peduli, hanya saya yg sedari tadi setia mengamatinya.

Saya menghela nafas dalam-dalam, bagi sebagian orang mungkin uang 50.000 hanya cukup untuk makan sekali, namun bagi orang itu, mungkin bisa untuk hidup selama lima hari.

Di kabupaten kecil seperti ini, kalau tak ada lahan, tak punya ijazah, ketrampilan juga tak ada, terus harus cari rizqi dari mana ?

Saya kira banyak orang meminta-minta karena keterpaksaan, karena tak ada pilihan. Saya yakin sebenarnya mereka bisa diberdayakan. Tapi mereka perlu katalis sebagai energi awal untuk berdaya.

Lagi-lagi saya hanya bisa bernafas panjang, mengapa saya tak menjadi katalis itu ? Mengapa dari dulu masih berwujud cita-cita ?

Saya buka lagi dompet, dan ....

Posted by Wordmobi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Artikel mungkin sudah tidak up to date, karena perkembangan jaman. Lihat tanggal posting sebelum berkomentar. Komentar pada artikel yg usianya diatas satu tahun tidak kami tanggapi lagi. Terimakasih :)