Senin, 05 Mei 2008

Obrolan Warung Kopi

Di Surabaya ini, khususnya disekitar kampus ITS, banyak nian orang menyambung hidup dengan membuat warung kopi. Namun disini istilahnya bukan warung kopi, namun warung Gresikan. Saya yakin bahwa nama Gresikan berasal dari nama kabupaten di sebelah utara Surabaya, Gresik. Mungkin, warung-warung semacam ini berasal dari daerah Gresik.



Di warung gresikan ini banyak makanan dan minuman sederhana cepat saji. Teh, kopi, susu, serta miinuman-minuman dalam bentuk saset. Sedangkan makanan yang ada adalah supermi, dan tentu saja nasi bungkus.

Sebagai orang kecil, saya sendiri suka beli makanan disana sekedar beli kopi, atau mie goreng. Rasanya nikmat sekali minum kopi sambil baca koran yang bisasnya disediakan di sana.

Namun ada yang lebih menarik disana, yaitu obrolan di warung kopi. Kalau warung kopi yang amat dekat dengan kampus, obrolannya tentus aja tentang tugas kuliah, atau mahasiswa yang menceritakan dosen mereka yang memberi nilai D. Namun kalau di warung Gresikan kampung, tema pembicaraannya berbeda. Berbeda karena yang cangkrukan disana juga berbeda, bisanya disana akan kita temui warga kampung, pedagang, atau satu dua pegawai rendah macam saya. Dan tema pembicaraannya kalau nggak ngomongin bola, paling ngomongin situsi ekonomi yang tidak menentu, atau gaji yang tidak pernah menyesuiakan dengan inflasi, atau ngomongin pejabat ini itu, atau partai ini itu, bahkan membodoh-bodohkan pejabat dan presiden.

Diskusi disana memang bukan diskusi ilmiah, karena tidak didasarkan pada data apa-apa. Eh, tapi bukankah para pengamat yang sering gomong di TV juga banyak yang tanpa data ? Paling yang dipakai referensi hanyalah Jawa Post lusuh yang telah terkena tumpahan minuman, atau semburan asap rokok.

Berbagai tipe orang ada di sana, ada yang suka ngotot dengan pendapatnya atau ada pula yang lebih sering mengalah. Semuanya bicara berdasarkan opini dari pengalaman yang pernah mereka temui sehari-hari. Saya sendiri lebih banyak mendengarkan komentar-komentar mereka.

Diskusi terakhir, mereka membincangkan kehidupan pasca reformasi yang tak lebih baik. Menurut persepsi mereka, malah lebih banyak orang korupsi dan harga barang-barang malah lebih mahal. Kalau dulu hanya ada satu mafia korupsi saja, sekarang hampir semuanya. Angka pertumbuhan ekonomi dan sebangsanya yang dirilis oleh  BPS dan lembaga survey bagi mereka tak terlalu penting, karena yang mereka ngobrol berdasarkan apa yang mereka rasakan sehari-hari. Yang akhirnya membentuk persepsi.

Benar-atau salah saya sendiri tidak tahu, namun saya kira persepsi masyarakat pinggir jalan ini menjadi sangat penting dalam sistem demokrasi, karena mereka akan menentukan pilihan dan pilihan itu akan menghasilkan kebijakan.

1 komentar:

  1. Emang enak ngobrol dengan orang bayak di tempat umum apalagi klo sampai debat trus berantem ^^, gak deng, tp pernah tuh saya jadi saksi bisu kejadian kayak gitu,

    well, perasaan sekarang makin susah aja, kuliah susah lulusnya, anak SMA susah nerusin kuliahnya, Sembako naik gak pernah turun kayak anak kecil baru belajar naik pohon.

    Mana nih hasil dari Reformasi

    BalasHapus

Artikel mungkin sudah tidak up to date, karena perkembangan jaman. Lihat tanggal posting sebelum berkomentar. Komentar pada artikel yg usianya diatas satu tahun tidak kami tanggapi lagi. Terimakasih :)