Sabtu, 01 Oktober 2005

Pagi ini, BBM Jadi Naik

BBM jadi naik. Tadi malam pemerintahan SBY mengumumkan kenaikan BBM yang belum pernah saya temui dalam sejarah perBBMan. Besar kenaikannya cukup fantastis. Tidak ada yang dibawah 85 %.

Dua hari sebelum kenaikan, sebenarnya saya ingin mengisi bensin juga. Selain memang sudah hampir habis, kan lumayan juga dapat harga lama. Tapi melihat antrean di SPBU, saya menjadi malas untuk mengantri, karena itu adalah jenis pekerjaan yang paling tidak saya sukai.

Di kantor, saya ditanya beberapa teman yang telah berhasil ngantri, "Sudah ngantri pak ?". Tapi saya hanya menjawab, "Walah, malas ngantri, toh paling kenaikan 30%, atau paling sial 50%. Paling selisih full tank nggak sampai limaribu".

Dugaan saya meleset. Tadi pagi, saat akan melihat berita ternyata di umumkan bahwa kenaikannya cukup besar.

Seperti yang dikatakan kompas :

BBM jenis premium harganya naik dari Rp2.400 menjadi 4.500 per liter atau naik 87 persen, solar naik dari Rp2.100 menjadi Rp4.300 per liter atau naik 104 persen dan minyak tanah untuk rumah tangga dan usaha kecil naik dari Rp700 menjadi 2.000 per liter atau naik 185 persen.

Pagi-pagi, tanggal 1 Oktober, saya membeli bensin yang hampir habis. Tidak ada antrean memang, tapi selembar uang sepuluhribuan hanya mendapat 2,2 liter, padahal sebelumnya tidak sampai tujuh ribu sudah full tank. Ya, baru terasa.

Dipandang dari sudut subsidi yang membengkak, saya termasuk bisa memahami kenaikan BBM, tapi juka dipandang dari segi kemampuan rakyat kita, ada beberapa hal yang harus diperbaiki, antara lain :

  1. Isu kenaikan dengan kenaikan dengan pengumuman teramat panjang, sehingga dalam waktu itu banyak orang melakukan penimbunan.

  2. Kenaikannya cukup mencekik. Hampir 100% bahkan ada yang lebih. Ini tentu menimbulkan shock terhadap rakyat, apa kenaikan tidak bisa dibuat secara bertahap ?

  3. Dana kompensasi, mengapa dirupakan uang tunai. Uang seratus ribu bisa dipakai untuk apa ?. Mengapa dana itu tidak dipakai untuk subsidi pendidikan ? kesehatan ?. Padahal kita tahu. Biaya pendidikan kita sangat mahal. Tidak seperti jaman saya sekolah SD dulu. Buku dipinjami, dan uang BP3 hanya seharga beras sekilo (Rp.500,-) saat itu.

Saya tidak bisa membayangkan tetangga saya ? Seorang satpam dengan gaji Rp 400.000,- perbulan dengan 4 orang anak yang sekolah semua. Bagaiman dia akan menderita, sudah kebutuhan mahal, sekolah juga mahal.

Pada situs si krisis seperti ini yang bisa saya lakukan adalah berhemat. Seperti.

  1. Tidak terlalu banyak bepergian dengan motor. Kalau dekat gunakan saya sepeda atau jalan kaki.

  2. Mungkin akan mengganti kartu telephon Simpati ke IM3 yang dengan Rp. 25.000,- saja masa aktif SMS bisa sebulan :). Hemat amat seh ?

  3. Menghindari makan di luar, jadi makannya masakan istri ajah.

Kalau anda ?