Jumat, 12 November 2004

Dari Ramadhan : Ternyata, Hidup Tertib Itu, Enak.

Pada artikel sebelumnya saya mengatakan, ternyata manusia itu, kalau ada kemauan, bisa. Sesuatu yang dulunya disebut tidak bisa, toh di Ramadhan ini semuanya bisa kita kerjakan. Sejak ibadah mahdzoh, hingga kemampuan kita untuk lebih menahan diri dari menggunjingkan orang dan berbuat sia-sia.


Banyak orang merasakan indahnya efek Ramadhan. Dan kalau kita bertanya, apakah mereka menginginkan suasana Ramadhan, kebanyakan tentu menjawabnya ia, kecuali mereka-mereka yang hatinya telah menjadi kerak karena telah bergelimang dengan kemaksiatan. Para clubbers, pelacur, pemilik klub malam dan sebagainya yang selama Ramadhan telah terkontrol kuat dari lingkungan sekitarnya.


Sederhananya, ternyata sebenarnya, Ramadhan itu telah menjadikan hidup lebih tertib, juga nilai-nilai kebajikan bisa terkembangkan.


Kita tidak diawasi, namun bagi kita yang berpuasa, telah mengalami perubahan perilaku di bulan ini. Menjadi taat ibadah, menjadi takut berbuat dosa, menjadi pemurah dan baik kepada orang lain. Dan dalam dimensi yang lebih besar, bisa masyarakat RT lah, atau kampung lah, atau tetangga sekitar, kehidupan yang teratur macam ini menjadi lebih enak untuk dijalani.


Memang benar kata Nabi, bahwa seandainya kita mengetahui keberkahan Ramadhan, niscaya kita ingin selamanya Ramadhan terus.


Tapi memang semuanya memerlukan kesadaran dari kita, karena kebanyakan setelah puasa selesai, semuanya kembali ke asal, tradisi Ramadhan menjadi hilang. Ibadah menjadi makin sedikit, kita juga semakin tidak takut dengan dosa, semuanya menjadi tidak tertib, klub-klub malam mulai buka, orang-orang nakal mulai berkeliaran, dan TV-TV pun menyiarkan acara dengan tema-tema yang tidak mendidik. Dan suasana kebaikan itu menjadi sirna.


Jika kita merasakan tradisi Ramadhan itu enak, mengapa semuanya tidak kita teruskan ? Atau karena seruan untuk hidup baik seakan dihentikan oleh semua media, atau karena tempat-tempat penabur kemaksiatan mulai dibuka kembali.


Secara pribadi, sebenarnya saya sangat berharap tradisi indah ini bisa kita teruskan di luar Ramadhan. Namun memang terpaan informasi dan trend yang kuat telah berpengaruh kuat terhadap budaya seseorang. Dan kebanyakan memang banyak yang tidak menyadari bahwa sebenarnya kita mampu membendungnya; toh di Ramadhan telah kita buktikan. Harapan yang tersisa hanyalah bagaimana orang-orang yang masih mempunyai kesadaran memulainya dari dirinya sendiri.


Termasuk kita ?


achedy

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Artikel mungkin sudah tidak up to date, karena perkembangan jaman. Lihat tanggal posting sebelum berkomentar. Komentar pada artikel yg usianya diatas satu tahun tidak kami tanggapi lagi. Terimakasih :)