Jumat, 30 Juli 2004

Sekali Lagi Tentang Kebahagiaan

Hidup ini, apa yag kita cari ? Kebahagiaan. Seorang yang sekolah tinggi, habis biaya banyak, harus mengerjakan tugas-tugas kuliah, menghadapi tekanan dosen; dilaluinya hal itu dengan tegar, karena ia berharap, setelah itu ia akan mendapatkan kebahagiaan.


Pagi hari, banyak orang bekerja seharian, ada yang di pabrik, di depan komputer berjam-jam, bahkan ada yang mencarinya dengan bermandikan keringat, adalah untuk kebahagiaan. Jadi sebenarnya yang dicari orang hidup adalah kebahagiaan.


Pertanyaannya adalah, bilamana seseorang bahagia. Dan tentu saja jawabnya adalah abstrak. Rekan saya, merasa bahagia, ketika ia mengikuti MLM, lantas ia berharap bisa memberikan sesuatu kepada orang lain di suatu hari. Ia bekerja keras, dan ia bahagia dengan itu. Senior saya lain lagi, duduk di depan komputer berjam-jam, bahkan pulang jam 4 dinihari. Apakah ia melakukannya dalam tekanan, tidak, dia melakukannya karena pekerjaan itu memberinya kebahagiaan, walaupun ia mungkin mengorbankan sisi kenyamanannya yang lain.


Jika seseorang merasa bahagia berada dalam sebuah suasana, maka ia akan melakukannya, dan anehnya, rasa bahagia itu tidak bisa dipaksakan.


Seorang ayah bersikeras, masuklah STAN, kamu akan lebih enak, nanti keluar dari sana jadi pegawai negeri. Bagi sang ayah, keputusannya itu akan menjadikan anaknya bahagia, tapi bagi sang anak tidak. Di Universitas, ia merasa lebih nyaman dan bahagia.


Bak dalam sebuah cerita ketika diminta memilih kawin dengan Datuk Maringgih, seorang yang kaya lagi terpandang, Siti Nurbaya berkata lain, ia memutuskan dengan Syamsul Bahri. Meski tak setenar Datuk Maringgih, tapi jauh lebih menenteramkan.


Suatu saat di kala Rasulullah SAW masih ada, istri Tsabit Bin Qais datang kepada Nabi. Ia tidak mencintai suaminya sehingga tidak ikhlas ketika melayaninya. Dia tidak merasakan bahagia. Bukan karena suaminya tidak berbudi, akan tetapi karena ia tidak mencintainya. Katanya,"Ya Rasulullah, Tsabit bin qais itu, tiadalah tercela akhlak dan agamanya, namun saya tidak suka kufur dalam Islam". dan Nabi meminta Tsabit untuk menceraikannya.


Maka dalam Islam pula, seorang wali tidak berhak memaksa putrinya menikah dengan seseorang, tanpa keredhaan putrinya. Izinnya menentukannya, walaupun dalam bentuk diamnya. Karenanya, saya terkadang merenung dan tidak mengerti, jika seorang murabbi, yang dianggap faqih dalam beragama, lantas memaksa, menekan, seseorang yang mengaji padanya, untuk menikah dengan seseorang pilihannya. Atau menolak mentah-mentah seseorang yang akan menikah dengan yang dicintainya, meski ia berproses dengan benar. Seakan-akan ia berpendapat kamu akan bahagia bersamanya, padahal yang merasakan kebahagiaan bukan dia.


Dalam perjalanan kita melihat seseorang berpakaian compang-camping, mencari sesuap nasi. Dimanakah kebahagiaannya ? Mengapa Allah membuat makhluknya tidak bahagia ? Jangan tergesa-gesa. Allah menciptakan kebahagiaan itu dalam dua alam. Dunia dan akhirat. dan kata Allah, wal aqiratu khairullaka minal uula, dan yang akhir itu lebih baik daripada yang awal, dan akhirat itu lebih baik dari dunia. Jika dia bersabar, dan tetap beramal baik, maka Allah akan memberikan kebahagiaan yang lebih pasti.


Kebahagiaan akhirat itu amat sangat lebih baik daripada kebahagiaan dunia. dan yang terbaik adalah ketika seseorang bisa menyelaraskan kebahagiaan dunianya dengan kebahagiaan akhiratnya. Terasa bahagia mengarungi dunianya dan terbawa ke akhirat pula. Karenanya Rasulullah mengajarkan agar kita bersungguh-sungguh mencarinya. Kejarlah kebahagiaan duniamu seakan kamu akan hidup selamanya dan kejarlah akhiratmu seakan engkauakan mati esuk.


Karena raih kebahagiaan dunia itu dan selaraskan dengan kebahagiaan akhirat, memberinya nilai dunia dengan kebaikan hingga terbawa ke akhirat, maka tak ada yang lebih baik dari itu.


Rabbana atiina fiddunya hasanah, wa fil akhirati hasanah, waqiina adzabanar. Ya Tuhan kami anugerahkan kepada kami kebahagiaan didunia, dan kebahagiaan diakhirat pula, dan jauhkan dari siksa neraka.


Wallahu a'lam.


[email protected]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Artikel mungkin sudah tidak up to date, karena perkembangan jaman. Lihat tanggal posting sebelum berkomentar. Komentar pada artikel yg usianya diatas satu tahun tidak kami tanggapi lagi. Terimakasih :)