Jika saya menuliskan judul sengsara membawa nikmat, barangkali akan teringat kisah si Midun yang harus berhadapan dengan Kacak, untuk memperebutkan gadis yang dicintainya. Akan tetapi tulisan saya ini tidak akan membahas tentang persoalan itu, namun hanya akan melihat, bahwa diantara kesengsaraan itu sebenarnya terdapat nikmat, atau terkadang keberhasilan setelahnya.
Ayah saya bukanlah orang yang berada, dahulu ia bersekolah di SPG untuk menjadi seorang guru SD. Bukan sekolah yang tinggi mamang, karena SPG itu adalah setingkat denagn SMA. Dahulu, seringkali ayah saya harus mengikuti pelajaran dari luar kelas, karena tak diperkenankan masuk kelas gara-gara belum membayar SPP. Namun alhamdulillah, akhirnya cita-citanya tercapai juga dan sekarang menjadi guru SD.
Beberapa saat yang lalu, Ustadz Kuswandi bahkan pernah bercerita, bahwa dahulu ia mempunyai tetangga yang miskin. Karenanya istrinya seringkali uring-uringan karenanya. Yang lebih kasihan, karena istrinya merasa tidak tahan, akhirnya minta di ceraikan. Dan akhirnya ia menikah dengan seorang yang lebih berada. Dapat dibayangkan, betapa hancur hati suaminya, toh kemiskinan yang ada padanya bukan atas keinginannya. Akhirnya dengan sisa-sisa kekuatannya, pergilah ia ke Malaysia, bekerja pada sebuah usaha pembuatan taman. Hari berganti hari, dan semakin hari semakin berkembanglah usahanya, hingga ia mampu membuat perusahaan pembuatan taman sendiri. Dengan hasil yang dicapainya, maka ia akhirnya membentuk keluarga lagi yang lebih baik.
Demikianlah, terkadang kesulitan yang kita hadapi itu akan melahirkan kemudahan, bahkan tak sedikit orang-orang 'besar' yang muncul akibat tempaan keadaan yang serba sulit. Nabi dan para sahabat adalah tempaan dari kondisi yang serba sulit, bahkan saking sulitnya, para shahabat saat itu sampai berkata, 'ma'ahu mata nasrullah', kapan pertolongan Allah akan datang, Dan Allah pun menjawab, 'inna nasrullaahi qariib', sesungguhnya pertolongan Allah itu dekat.
Saat tentara Rusia menginvasi Afghanistan, apakah yang menyebabkan tentara Afghan menang ?, karena tentara Afghan telah terbiasa menghadapi kesulitan, sementara ia juga beriman kepada Allah, hingga maatipun tak ia perdulikan. Sementara Rusia, ia telah terbiasa hidup enak, bertuhanpun tidak, hingga ketika melawan mujahid Afghan, yang terbayang adalah bagaimana jika harus meninggalkan keluarga, dan hal-hal duniawi yang enak-enak.
Ada lagi, beberapa orang yang dahulu ketika ia masih dalam keadaan kekurangan, makan sehari tiga kalipun belum terpenuhi, hatinya begitu dekat dengan ilahi. Tapi setelah sekian lama ia bergelimang keenakan, lama-lama hatinya menjadi semakin jauh dari Allah, karena kesibukannya. Dan semoga tidak demikian dengan kita.
Nah, demikian pula dengan kita saat ini, seringkali karena komitmen kita pada Islam, maka banyak ketakenakan-ketakenakan yang harus kita lalui, namanya aja hidup ini ujian. Barangkali pernah terbetik, enak ya jadi orang biasa, kesana-kemari nggak begitu ribet dengan segala aturan, freeeeeeee, namun jika demikian maka kesusahan akhirnya akan menimpa kita juga, diakhirat kita tak kan menemukan kebahagiaan.
Begitulah, barangkali sedikit hal yang barangkali dapat kita renungkan, bahwa dibalik kesengsaraan itu sebenarnya ada kenikmatan. Hanya keingkaran kita, atau ketergesa-gesaan kita, atau persepsi kita yang salah, yang barangkali menutup kebahagiaan dari puing kesengsaraan yang mungkin ada pada kita.
Benarlah apa kesimpulan Allah, 'Inna ma'al 'usri usra', sesudah kesulitan itu ada kemudahan. Percayalah kepada Allah, karena jika tidak, mau percaya kepada siapa lagi.
Edy Santoso
[email protected]
Minggu, 07 Oktober 2001
Sengsara Membawa Nikmat
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Artikel mungkin sudah tidak up to date, karena perkembangan jaman. Lihat tanggal posting sebelum berkomentar. Komentar pada artikel yg usianya diatas satu tahun tidak kami tanggapi lagi. Terimakasih :)