Tadi pagi, seperti biasanya, saya mendengarkan ceramah Subuh yang diasuh A?Agym. Materinya tentang keluarga. Akan tetapi hal yang paling menarik adalah ketika ada penelephon yang menceritakan kehidupannya kepada A? Agym. Ia bercerita bahwa ia sangat bersyukur mempunyai istri seperti sekarang ini. Apakah karena istrinya itu sangat cantik ?, atau punya karir bisnis yang hebat ?, ternyata bukan itu. Jawaannya adalah istrinya itu adalah seorang yang sabar.
Ceritanya, beberapa waktu yang lampau, si Bapak ini adalah seorang penjudi, seringkali keluar malam untuk berjudi, dan tentu saja, kalau tidak pulang terlalu malam, ia akan pulang pagi. Istrinya ternyata hanya menasehatinya saja, tidak marah-marah, menasehati dengan sabar saja. Tak pernah dihiraukan apa kata sang istri, akan tetapi si istri terus saja menasehatinya dengan kata manis dan baik, dan hasilnya sekeras apapun karang itu, toh ternyata hancur juga. Ia menyadarinya dan kembali menjadi suami yang baik, dan dia begitu bersyukur, telah mendapatkan istri yang teramat sabar dalam mengingatkannya.Sabar yang saya tulis dalam judul itu memang sengaja saya kasih tanda kutip, karena maksud sabar itu adalah penampilan sabar, sebagaimana jika seorang ditanya bagaimana gurumu di sekolah, maka ia akan bilang ?Wah, gurunya sabar bu?. Begitulah arti sabar yang saya maksudkan disini, bukan sabar yang terlalu luas pengertiannya.Bergaul dengan orang sabar memang begitu enak, saya sendiri merasakan, bagaimana saya lebih dekat dengan orang yang bersifat sabar, daripada yang bersifat angker. Saya begitu menikmati bergaul dengan orang yang sabar daripada orang yang angker. Dan saya fikir, kalau di poling, 100 % orang lebih menyukai orang yang sabar terhadap dirinya.Ayah saya, meskipun bukan seorang ustadz, dan meskipun banyak kelemahannya, akan tetapi saya merasakan, bahwa ayah saya seorang yang sabar. Inilah yang seringkali menyemangati saya ketika saya ada masalah. Selama ini, kalau saya perhartikan, kok nggak pernah saya merasa di marahi ayah saya, meski nilai saya jeblok, meski rangking saya turun, mungkin beliau hanya mengingatkan saja. Inilah yang membuat saya menjadi ? Sungkan? karenanya. Pernah suatu saat saya begitu frustasi dengan kuliah saya, saya merasa kesulitan menyesuaikan diri dengan aktifitas perkuliahan di kampus, dan bahkan sayapun sempat punya niat untuk keluar saja. Akan tetapi kalau mengingat ayah saya, ternyata membuat saya bersemangat kembali. Terus terang, saya tidak tega untuk mengecewakannya.Begitulah, sifat sabar, ternyata akan memukul kesadaran seseorang, sedangkan sifat keras hanya akan memukul emosi seseorang. Paling tidak itulah yang saya rasakan, entah jika orang lain. Suatu saat, ketika ada kesempatan bertemu dengan KH Abdullah Faqih di Langitan Tuban, hati saya menjadi menjadi sejuk, meski kediaman beliau hanya terbuat dari kayu dan tanpa AC. Demikian pula ketika saya bertemu dengan anak beliau Gus Abdullah, saya merasakan kesejukan pula, hanya karena beliau bertutur kata lembut dan sopan. Bahkan pulang dari sana, saya berniat untuk mengubah penampilan saya, dan pernah berubah beberapa hari, meskipun sekarang kambuh lagi seperti aslinya.Seorang rekan saya dari Jakarta, sehabis sowan kepada beliau, mendadak penampilannya menjadi lain, tambah soleh, sehingga rekan-rekannya heran, kok penampilannya berubah menjadi sholeh ya, menjadi lemah lembut. Tetapi sayang, hanya berlangsung selama lima hari J. Nah, itulah, kelihatannya memang sifat sabar akan lebih bisa diterima hati seseorang.Namun, kalau saya melihat fenomena dakwah yang ada sekarang, kelihatannya masalah berpenampilan sabar ini semakin diabaikan. Alasan-alasan membela Islam, seringkali dijadikan pembenaran untuk bersikap kasar, beropini ?nylekit? bahkan menyerang pribadi orang lain yang kita anggap menyimpang dari nilai Islam. Alasan-alasan membela Agama Allah telah kita jadikan rujukan untuk menuding-nuding orang dan menghakiminya. Akibatnya, orang akhirnya melihat bahwa orang Islam yang banyak belajar Agama hanya akan menyebabkan mereka berkarakter keras dan semaunya sendiri. Akhirnya orang tak akan melihat, bahwa orang yang menuntut agama menjadikan ia menjadi sosok baik, yang bisa diteladani. Dan orang awam akhirnya menyimpulkan, ?Belajar agama jangan terlalu tinggi-tinggi?. Dan akhirnya pula orang tua pada takut, ketika tiba-tiba melihat anaknya berjilbab lebar dan ikut pengajian. Kenapa ? karena ternyata diakui atau tidak, orang yang banyak belajar agama, seringkali menjadi tidak ?seramah? orang biasa yang belajar agama ala kadarnya. Karena ternyata, banyak orang yang belajar agama bisanya cuman marah-marah menghadapi banyak persoalan yang tidak benar dalam masyarakat. Saya sendiri sebenarnya takut, jika saya menjadi bagian dari opini publik itu, yang menutupi keramahan Islam dengan sifat-sifat saya selama ini. Karenanya barangkali saya harus lebih belajar untuk bersifat sabar dan ramah.Wallahu a?lam.Edy Santosoachedy@telkom.net