Sabtu, 05 Februari 2005

Dakwah : Berinteraksilah Dengan Siapa Saja

Kemarin, seorang anggota DPRD dari sebuah partai Islam berbicara tentan persoalan koalisi. Bagaimana jika terjadi koalisi antara partai Islam dengan partai sekuler di parlemen. Dan dikatakan, menurutnya sah saja, asal kontraknya jelas, asal keberadaan kita disana lebih mendorong pada kemaslahatan.


Memang, dalam hidup ini, jangan terlalu membuat garis batas yang tegas dalam berinteraksi, baik interaksi organisasi, apalagi interaksi individu. Membatasi diri, hanya akan mengucilkan diri kita dari potensi orang lain, yang sesungguhnya bisa kita manfaatkan dalam dakwah. Karenanya, siapa saja, yang mempunyai potensi bisa kita ajak untuk merajut kebaikan, bisa kita ajak untuk bergandeng tangan, asal kita bisa menaruh harapan harapan baik atasnya.


Ada beberapa prinsip hubungan antar manusia yang bisa kita jadikan bahan pemikiran. Prinsip itu antara lain,
Pertama, pandanglah bahwa setiap manusia mempunyai sisi baik, punya potensi baik. Menganggap orang dengan anggapan tidak baik, lantas kita memutuskan tali interaksi, saya kira tidak tepat; meski orang tersebut kita kenal sebagai orang sekuler misalnya. Kepada siapa saja, bukalah tali silaturahmi itu, karena bisa jadi dengan berinteraksi denganmu, potensi baiknya akan bisa terkembangkan. Ketika Mus'ab bin Umair telah masuk Islam, toh nabi tetap memintanya untuk selalu meyambung tali silaturahmi dengan keluarganya yang belum Islam.


Kedua, kembangkan jiwa memaafkan dalam diri kita. Ketika kita ingin membangun interaksi dan silaturahmi dengan orang lain, tak jarang track record orang itu menjadi pertimbangan. Akan tetapi jangan sampai pertimbangan terhadap masa lalu seseorang menjadikan kita memandang pribadi seseorang secara sempit. Kita tidak boleh lupa, bahwa seseorang bisa bertaubat dan berubah dari kehidupan masa lalunya. Tentu kita tahu, bahwa orang-orang seperi Umar bi Khattab, Abu Sofyan, Hamzah, adalah orang-orang yang semula bukan hanya apatis terhadap dakwah, tapi bahkan memusuhi. Namun, mereka lantas menjadi pembela Islam yang luar biasa.


Ketiga, prinsip dakwah itu adalah berbaur. Artinya, sangat salah jika kita hanya berinteraksi dengan kelompok islam saja. Berbaur, bergaul, berinteraksi hanya dengan para Remaja Masjid, para kader partai islam, lantas kita melupakan dan mengabaikan orang diluar itu. Ada pepatah yang mengatakan, adanya kita di komunitas orang-orang baik, bisa kita ibaratkan menyalakan lilin di bawah lampu neon, dan adanya kita di komunitas yang lebih umum, akan seperti lilin di kegelapan malam. Karenanya apa yang dilakukan ustadz Al Banna, dalam dakwah dakwah pertamanya bisa kita ambil nilainya. Ternyata, beliau tidak hanya berdakwah di Masjid, tapi juga di kafe-kafe.


Seminar-seminar yang sering kita lakukan di masjid-masjid, seringkali hanya untuk penguatan dan penjagaan orang yang sudah sholeh daripada memperluas cakupan dakwah. Saya tidak mengatakan bahwa seminar dan kajian di masjid-masjid tidak penting, akan tetapi ada makna lain yang bisa kita peroleh, ketika kita juga menyeimbangkan dengan mengadakan aktifitas dakwah di luar masjid.


Karenanya keluarlah, berbaurlah, berinteraksilah. karena sebenarnya disitulah letak dakwah itu.


Wallahu a'lam


5 February 2005
Pukul 03 dinihari.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Artikel mungkin sudah tidak up to date, karena perkembangan jaman. Lihat tanggal posting sebelum berkomentar. Komentar pada artikel yg usianya diatas satu tahun tidak kami tanggapi lagi. Terimakasih :)